Bisnis.com, MALANG - Pengembang di Malang merespon positif penurunan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi 15% karena diyakini akan mendorong tumbuhnya bisnis properti.
Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Malang Umang Gianto mengatakan sektor properti yang paling diuntungkan dengan penurunan LTV justru pada penjualan ruko di daerah tersebut.
“Apalagi jika larangan mengenai inden pembelian properti dicabut, akan semakin memacu pertumbuhan bisnis ini,” ujarnya di Malang, Senin (20/6/2016).
Umang memprediksikan, gairah bisnis properti akan dimulai pada Juli 2016, setelah perayaan Lebaran.
Saat ini, masyarakat, terutama umat Islam, masih berkonsentrasi pada penyiapan perayaan Lebaran sehingga belum memikirkan untuk membeli properti, terutama rumah.
Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang Indra Krisna mengatakan relaksasi pada tempatnya karena bisnis properti dalam kondisi berhenti meski tetap tumbuh.
Secara nasional, pembiayaan properti sampai April 2016 tumbuh 2,92%, sedangkan untuk di wilayah kerja OJK Malang lebih tinggi, 3,46%. Untuk Malang, secara outstanding realisasi KPR mencapai Rp4,8 triliun, sedangkan khusus untuk angka ekspansinya mencapai Rp152 miliar.
Secara tahunan, pembiayaan properti sampai April 2016 juga tumbuh, yakni 8,2% untuk nasional dan di wilayah kerja OJK Malang mencapai 11,45%.
Pertumbuhan kredit properti itu, kata Indra, terutama setelah dikeluarkan relaksasi LTV menjadi 20% untuk kredit pemilikan rumah (KPR). Dengan penurunan uang muka pembelian rumah, maka tingkat kemampuan masyarakat untuk membeli rumah menjadi semakin meningkat.
Dengan melihat angka backlog perumahan yang masih tinggi, maka masih ada ruang bagi pengembang untuk menyediakan rumah.Terutama rumah untuk kelas berpendapatan menengah dengan tipe di bawah 70.
Dengan begitu, maka relaksasi LTV sudah pada tempatnya. Kebijakan tersebut memang harus dilakukan agar bisnis tersebut bisa menggeliat kembali.
Meski begitu, dia minta, bank tetap harus prudent dan selektif dalam menyalurkan KPR. Bank tidak perlu jor-joran dalam menyalurakan KPR sehingga bisa berdampak dengan melambungkan angka nonperforming loan (NPL).
Indra memperkirakan, KPR akan menaik mulai Juli-Agustus dan puncaknya pada akhir tahun, sebagai dampak dari relaksasi dari LTV.
Ketentuan mengenai LTV untuk sektor properti, awalnya sebenarnya untuk pembelian rumah ke dua dan seterusnya dengan tujuan menghindarkan terjadinya praktik spekulasi.
Jika terjadi spekulasi di bisnis properti, maka dikhawatirkan terjadi bubble di sektor tersebut sehingga tidak bagus dampaknya pada ekonomi.
“Tapi dalam praktiknya, bank mau mudahnya, memberlakukan LTV juga untuk pembeli rumah nonsubsidi yang kali pertama,” ucapnya.