Bisnis.com, JAKARTA- Aturan lelang gula kristal rafinasi dinilai justru akan menimbulkan harga yang lebih tinggi dan belum tentu mampu mencegah rembesan gula yang seharusnya untuk industri tersebut dijual untuk konsumsi masyarakat umum.
"Dulu transaksinya bebas antara pemasok dengan konsumen. Transaksi langsung," kata Wakil Ketua Badan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Iwantono Sutrisno seperti dikutip Antara, Rabu (14/6/2017).
Hal itu dikemukakan terkait Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR).
Ia mengatakan jika pembelian melalui badan lelang yang telah ditetapkan pemerintah, maka ada tambahan biaya lelang untuk setiap kilogram gula yang dilelang. Hal itu berpotensi menyebabkan harga yang lebih mahal, dan pada akhirnya tentu akan dibebankan pula ke konsumen akhir.
"Sistem ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi," kata mantan Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha ini.
Belum lagi, setiap peserta lelang harus menyiapkan dana jaminan untuk mengikuti lelang yang tentu akan menyulitkan industri kecil yang keperluannya tidak besar.
Mengenai seringnya terjadi kebocoran gula rafinasi yang seharusnya untuk industri,karena justru sering langsung dijual sebagai gula konsumsi, Iwantono mengatakan, sistem ini juga belum tentu akan berhasil mencegah walau akan ada semacam stempel atau barcode.
"Bisa saja pemenang lelang lalu menjualnya sebagai gula konsumsi," kata Iwantono.
Dia mengatakan untuk mencegah rembesan maka yang diperlukan adalah pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi gula rafinasi tersebut. "Sitem pengawasan yang perlu dibenah.," .
Iwantono mengatakan nilai lelang gula rafinasi ini memang sangat menggiurkan karena kebutuhannya cukup tinggi. Ia menyarankan perdagangan gula rafinasi ini lewat perdagangan bebas saja namun pengawasannya diperketat.