Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap meminta kenaikan upah minimum provinsi naik sebesar 25%.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03% sebagaimana yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober 2018.
Kenaikan sebesar 8,03% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) yang menetapkan formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.
Perlu diketahui, sejak diterbitkan pada tahun 2015 lalu, buruh Indonesia sudah menolak PP 78/2015 karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang ini, kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Menurut Said, kenaikan upah minimum sebesar 8,03% akan membuat daya beli buruh jatuh.
"Hal ini, karena, kenaikan harga-harga barang seperti beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah kenaikannya lebih besar dari 8,03%," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (18/10).
Baca Juga
Lebih lanjut dia menegaskan, bahwa idealnya kenaikan upah minimum tahun 2019 sebesar 20% hingga 25%.
Menurut Said, kenaikan sebesar itu didasarkan pada hasil survey pasar kebutuhan hidup layak yang dilakukan FSPMI - KSPI di beberapa daerah.
"Kenaikan upah minimum sebesar 20 - 25% kami dapat berdasarkan survey pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi - Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," kata Said.
Oleh karena itu, dia meminta agar Kepala Daerah mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan dan tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menaikkan upah minimum.
"Sebab acuan yang benar adalah menggunakan data survey Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," tutur Said.