Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan kajian pengelolaan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan tujuan wisata alam eksklusif, rampung pada Januari 2020.
Adapun kajian ini dilakukan oleh tim terpadu yang dibentuk sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Nomor: SK.354/MENLHK/SETJEN/KSA.3/5/2019 pada 24 Mei 2019.
"(Kajian) dalam proses, rencananya mungkin Januari," ujar Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Wiratno di Kantor KLHK, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Tim terpadu akan mengkaji bagaimana mewujudkan destinasi wisata yamg segmented dan tidak sekedar melihat komodo. "Nanti ada guidance, bisa melihat komodo berburu, itu kan sangat unik. Selama ini wisatawan hanya melihat komodo tidur," tutur Wiratno.
Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk kajian ini. "Dalam pengembangan ekowisata harus dipastikan bahwa masyarakat dapat manfaat," sebutnya.
Berdasarkan rapat terbatas pada 30 September 2019 di Kemenko Kemaritiman yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan dan dihadiri Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata Arief Yahya dan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor B. Laiskodat, telah disepakati untuk tidak dilakukan penutupan Pulau Komodo, tidak ada relokasi penduduk, tetapi akan dilakukan kerjasama konkuren penataan wisata alam.
Baca Juga
Pendekatan MAB dan World Heritage, serta pendekatan baru IUCN dalam pengelolaan kawasan konservasi menghormati hak-hak masyarakat local, menjadi alasan tidak perlunya relokasi penduduk dari Pulau Komodo. Jika masyarakat Desa Komodo direlokasi akan menurunkan citra Indonesia dimata Iinternasional karena negara tidak memberikan perlindungan kepada warga atas hak asasi manusia.
Taman Nasional Komodo merupakan taman nasional yang mempunyai 2 status internasional yang ditetapkan oleh UNESCO yaitu Cagar Biosfer (Biosphere Reserve) sejak 1977 dan Warisan Alam Dunia (Natural World Heritage Site) sejak 1991. Selain itu, pada 2012 Taman Nasional Komodo mendapat predikat sebagai 7 keajaiban dunia (New 7 Wonder).
Dengan menyandang beberapa status internasional tersebut berarti bahwa Taman Nasional Komodo bukan saja menjadi milik Pemerintah Indonesia, namun juga sudah menjadi milik dunia internasional. Taman Nasional Komodo merupakan habitat satwa Komodo (Varanus komodoensis) yang merupakan kadal terbesar di dunia dan endemik di Indonesia. Keberadaan satwa Komodo di kawasan tersebut menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara dan mancanegara untuk berkunjung ke Taman Nasional Komodo.
Wilayah daratan Taman Nasional Komodo memiliki vegetasi berupa padang rumput dan hutan savana (70 %), hutan gugur terbuka (25%) dan sisanya adalah hutan kuasi awan dan hutan mangrove. Sedangkan wilayah perairannya memiliki ekosistem terumbu karang dan padang lamun yang merupakan rumah bagi berbagai jenis biota laut dan tempat pemijahan ikan.
Pada kawasan Taman Nasional Komodo terdapat tiga desa dengan jumlah penduduk sekitar 4.842 jiwa. Pada Pulau Komodo terdapat 1 Desa yaitu Desa Komodo (1.818 Jiwa) yang termasuk dalam Zona Khusus Pemukiman seluas 17,6 Ha, berdasarkan SK Dirjen PHKA Nomor: SK.21/IV-SET/2012 Tanggal 24 Februari 2012, dimana sekitar 68% masyarakatnya bermata pencaharian pada bidang usaha pariwisata mulai dari tour guide, pengelola home stay, kapal wisata, pengrajin patung maupun penjual souvenir. Sedangkan pada Pulau Rinca terdapat 2 Desa yaitu Desa Papagarang (1.417 jiwa) dan Desa Pasir Panjang (1.607 jiwa) yang penduduknya bermata pencaharian utama sebagai nelayan.
Sejak 5 tahun terakhir jumlah wisatawan ke Taman Nasional Komodo terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2014 tercatat 80.626 wisatawan, tahun 2015 tercatat 95.401 wisatawan. Tahun 2016 tercatat 107.711 wisatawan dimana 11,60% diantaranya menggunakan kapal cruise; tahun 2017 tercatat 125.069 wisatawan dimana 13,70% diantaranya menggunakan kapal cruise; serta tahun 2018 tercatat 176.830 wisatawan dimana 9,17% menggunakan kapal cruise. Data terakhir, dalam bulan Agustus 2019 tercatat 107 cruise wisatawan datang ke Taman Nasional Komodo.
Meningkatnya kunjungan ke Taman Nasional Komodo memicu pertumbuhan dunia usaha yang terkait dengan kepariwisataan di Labuan Bajo seperti perhotelan, jasa transportasi, tur operator, dll. Saat ini terdapat 84 unit hotel (47 berbintang, 17 melati, 19 losmen dan 1 hostel), fasilitas kuliner di 72 lokasi (38 restoran dan 34 rumah makan), fasilitas angkutan laut seperti kapal motor (813 unit), perahu motor tempel (216 unit), dan perahu tanpa motor (576 unit). Sedangkan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata di Taman Nasional Komodo tercatat antara lain 67 pemandu wisata, 120 pedagang souvenir, dan 60 pengrajin patung komodo.
Berdasarkan hasil monitoring populasi Komodo oleh Balai Taman Nasional Komodo dan Komodo Survival Program (KSP) didapatkan bahwa populasi Komodo selama 5 (lima) tahun terakhir berfluktuasi dengan tren yang relatif stabil antara 2.400-3.000 ekor. Pada area pemanfaatan wisata yang terdapat di TN Komodo yakni di Loh Liang Pulau Komodo dan Loh Buaya Pulau Rinca dalam kurung waktu 16 tahun terakhir (2003-2019), populasi Komodo relatif stabil antara 75-105 ekor di Loh Liang dan 52-72 ekor di Loh Buaya. Adanya aktivitas kunjungan wisatawan ke area wisata di Taman Nasional Komodo tidak menjadi sebab menurunnya populasi Komodo.