Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia menegaskan keputusan Standard and Poor's (S&P) mempertahankan rating utang Indonesia di level BBB dan merevisi outlook menjadi negatif tidak mencerminkan permasalahan fundamental ekonomi Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan keputusan lembaga pemeringkat tersebut merevisi prospek utang Indonesia dilandasi kekhawatiran dalam menghadapi pandemi Covid-19.
"Outlook negatif ini diyakini bukan cerminan dari permasalahan ekonomi yang bersifat fundamental, tetapi lebih dipicu oleh kekhawatiran S&P terhadap risiko pemburukan risiko kondisi eksternal dan fiskal akibat pandemi Covid-19 yang bersifat temporer," paparnya dalam keterangan resmi, Jumat (17/4/2020).
Perry melanjutkan keyakinan ini didasari fakta bahwa sampai beberapa saat sebelum Covid-19 meluas ke seluruh dunia, kepercayaan investor dan lembaga pemeringkat internasional terhadap prospek dan ketahanan ekonomi Indonesia masih sangat tinggi. Hal itu diklaim tampak dari, antara lain, aliran masuk modal asing yang deras dan rangkaian kenaikan peringkat yang diberikan kepada Indonesia oleh berbagai lembaga pemeringkat terkemuka dunia.
Pada Januari 2020, Fitch memutuskan mempertahankan peringkat Indonesia di BBB dengan outlook Stabil. Sebulan kemudian, Moody's juga mempertahankan peringkat Baa2 dengan outlook Stabil bagi Indonesia.
Adapun JCRA dan R&I menaikkan peringkat Indonesia menjadi BBB+ dengan outlook Stabil, masing-masing pada Januari dan Maret 2020.
"Ketidakpastian kondisi ekonomi dan keuangan saat ini, merupakan fenomena global dan Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara yang telah mengambil langkah-langkah kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan untuk mengatasi dampak negatif penyebaran Covid-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Perry.
Bank sentral meyakini berbagai kebijakan tersebut akan dapat mengembalikan trajectory ekonomi Indonesia, baik dari sisi pertumbuhan, eksternal, maupun fiskal, ke arah yang lebih sustainable dalam waktu yang tidak terlalu lama.
BI menyampaikan optimisme itu ditopang beberapa faktor pendukung. Pertama, ketahanan sistem keuangan Indonesia yang tetap kuat dan terjaga dengan baik, suatu kondisi yang sangat berbeda dibandingkan ketika Indonesia menghadapi krisis Asia 1997 dan krisis keuangan global 2008.
Kedua, komitmen pemerintah dan BI untuk menjalankan disiplin fiskal dan disiplin moneter sebagaimana track record Indonesia selama ini.
Ketiga, keberadaan berbagai kerja sama internasional yang dijalin bank sentral dan pemerintah, baik dalam bentuk Jaring Pengaman Keuangan Internasional maupun komitmen pembiayaan dari berbagai negara mitra dan lembaga keuangan internasional.
Sebelumnya, S&P merevisi prospek utang jangka panjang Indonesia menjadi negatif dari sebelumnya stabil. Kendati demikian, peringkat utang jangka panjang Indonesia dipertahankan di BBB dan AAA untuk utang jangka pendek.
"Outlook negatif mencerminkan ekspektasi kami bahwa Indonesia menghadapi risiko fiskal dan eksternal tambahan terkait dengan pandemi Covid-19 dalam 24 bulan ke depan," terang S&P, Jumat (17/4).
S&P mengemukakan langkah-langkah fiskal yang berani dari Pemerintah Indonesia akan membantu menstabilkan ekonomi dan mendukung respons kesehatan masyarakat yang lebih kuat.
Tetapi, hal itu akan menambah jumlah utang publik. Padahal, posisi utang luar negeri Indonesia telah melemah setelah rupiah terdepresiasi cukup dalam.