Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia, Panangian Simanungkalit, mengatakan kurangnya minat konsumen terhadap apartemen juga merupakan kegagalan pemerintah yang tidak mampu menyosialisasikan keuntungan tinggal di hunian vertikal.
Menurutnya, Hong Kong, Manila, Malaysia, dan Singapura berhasil memasarkan apartemen kepada warganya sebab ada peran pemerintah yang bekerja sama dengan pengembang untuk memberikan insentif bagi yang berminat tinggal di apartemen, khususnya untuk kalangan menengah.
"Di Jakarta itu tidak ada program pemerintah untuk membuat orang tertarik tinggal di apartemen. Artinya, pemerintah ini nggak berhasil membangun ketertarikan masyarakat untuk tinggal di apartemen," ujarnya.
Saat ini, masyarakat Jakarta hanya ditawarkan proyek Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) dengan harga terjangkau, tapi pasoakannya terbatas. Dia melihat, pemerintah DKI hanya membangun 1.000 unit per tahun, sedangkan permintaannya 50.000 unit per tahun.
Lebih lanjut, Panangian juga menyesalkan kebijakan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menggabungkan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemepera) sehingga kini menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Tidak ada badan yang khusus memikirkan perumahan di perkotaan, Pak Jokowi menggabungkan kementerian perumahan ke PU, jadi carut marut mengenai hunian itu selama 5 tahun terakhir," terangnya.
Padahal, peran pemerintah pusat dalam hal ini sangat penting. Sebab, jika pemerintah berhasil membuat hunian vertikal menjadi tren di Ibu Kota maka keberhasilan tersebut akan ditiru oleh kota-kota besar lainnya.
"Semakin kuat intervensi pemerintah pada sektor hunian di pusat, maka semakin besar peluang untuk masyarakat menengah ke bawah. Sebaliknya, semakin rendah peran pemerintah maka seperti ini carut marut banyak kasus," ungkapnya.