Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan hilirisasi atau penghiliran nikel di Indonesia dinilai memiliki prospek yang menjanjikan. Tantangan berupa kebutuhan modal yang tinggi mesti dibarengi dukungan pemerintah.
Executive Director Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengingatkan bahwa masih terdapat beberapa tantangan penghiliran pertambangan. Salah satunya, kata dia, diperlukan modal besar dan bersifat jangka panjang.
Para investor akan mempertimbangkan sejauh mana regulasi dan kebijakan pemerintah mampu memberikan kepastian terhadap rencana investasi mereka dalam jangka panjang.
“Agar bisa lebih berkelanjutan, dukungan kebijakan pemerintah yang dapat membantu industri meminimalkan beban biaya operasional sangat diharapkan. Dengan begitu, perusahaan bisa melanjutkan dan menambah investasinya. Demikian pula dengan investor potensial akan semakin tertarik,” katanya dalam keterangan, Sabtu (17/5/2025).
Lebih lanjut, Hendra mengingatkan program penghiliran ini akan dapat berjalan optimal jika didukung kebijakan pemerintah. Kebijakan itu, kata dia, sepatutnya dapat membantu industri efisiensi beban biaya operasional.
Lalu dari sudut pandang pelaku usaha, Hendra mengatakan, perusahaan pertambangan dinilai telah memenuhi kewajiban Peningkatan Nilai Tambah (PNT) melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Hal ini, menurut dia, sudah sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Baca Juga
"Namun kalau kita berbicara mengenai penghiliran secara umum, maka masih terdapat rantai pasok industri nikel yang belum tersedia. Oleh karena itu, sebagian besar produk hasil pengolahan pemurnian dalam negeri di ekspor. Ini yang harus diatasi," ujarnya.
Hendra mengapresiasi kontribusi PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) yang dinilainya menjadi pelopor dalam pengolahan dan pemurnian nikel di dalam negeri. Sejak awal, INCO telah menghasilkan produk berupa nikel matte melalui proses tersebut.
"Divestasi Vale ini juga sudah memberikan dampak positif bagi pengembangan perusahaan ke depan, terutama karena salah satu prioritas pemerintah adalah pengembangan penghiliran dan industrialisasi," paparnya.
Dia meyakini INCO yang selama ini cukup efisien dalam kegiatannya, ke depan akan semakin berkembang, apalagi jika didukung dengan regulasi yang memperhatikan aspek keberlanjutan dunia usaha.
Optimisme itu tercermin melalui laporan tahunan INCO per 31 Desember 2024 yang diumumkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).
Vale Indonesia mencatatkan pendapatan sebesar US$950,4 juta dengan laba bersih sebesar US$57,8 juta. Pendapatan itu ditopang oleh kinerja utama dari produksi bijih nikel sebesar 14,6 juta ton. Sementara produksi nikel dalam matte sebesar 71,3 ribu ton dan pengiriman nikel matte sebesar 72,6 ribu ton.
Hendra optimistis kinerja INCO yang akan terus membaik. Apalagi jika rencana investasi besar proyek penghilirannya terwujud.
Saat ini INCO sedang membangun proyek besar terkait penghiliran yan ditarget tuntas pengerjaannya pada 2025-2026. Proyek tersebut adalah pembangunan smelter HPAL di Pomalaa (Sulawesi Tenggara) dan Morowali (Sulawesi Tengah), serta smelter RKEF di Sorowako (Sulawesi Selatan).