Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengkritisi wacana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk memukul rata harga LPG 3 kg subsidi di seluruh Indonesia.
Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai, kebijakan tersebut kurang tepat karena tidak mendidik masyarakat luas terkait biaya logistik.
"Di mana logistik cost dari satu titik ke titik lainnya butuh biaya yg tidak sedikit. Siapa yang akan menanggung cost logistiknya?" ucap Hadi kepada Bisnis, Selasa (2/7/2025).
Mantan sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) itu menuturkan bahwa saat ini daya beli masyarakat menurun karena ekonomi tumbuh lambat. Di sisi lain, kebijakan populis itu sangat membantu masyarakat bawah.
Namun, kebijakan menjadikan LPG 3 kg satu harga bisa semakin membebani PT Pertamina (Persero). Sebab, perusahaan pelat merah itu kemungkinan akan membayar biaya logistik terlebih dahulu, dibayar kemudian, mirip mekanisme subsidi.
"Ruang fiskal kita juga terbatas, apakah mau ditambah lagi cost logistik di tanggung negara?" imbuh Hadi.
Baca Juga
Selain itu, Hadi juga berpendapat kebijakan LPG 3 kg satu harga tidak menjamin dapat memberantas kecurangan di lapangan. Pasalnya, akan selalu ada ketimpangan harga subsidi dan non subsidi.
Oleh karena itu, Hadi menilai kecurangan peredaran gas melon di lapangan bisa diatasi dengan membangun IT sistem. Dengan IT sistem, pengawasan data dan monitoring dilakukan Depo Pertamina, Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE), agen, pangkalan, pengecer, konsumen, hingga pengembalian tabung.
"Dengan IT yang demikian berkembang pesat, peredaran tabung LPG 3 kg tersebut harusnya bisa di mapping time to time, jika tabung tersebut nyasar seharusnya bisa dideteksi. Tinggal niat mau membuat IT yang canggih apa tidak," ucap Hadi.
Di satu sisi, dia pun menyarankan pemerintah untuk mulia memikirkan konversi LPG ke jaringan gas (jargas). terlebih, RI memiliki pasokan gas yang cukup melimpah.
"Kita punya cukup resources gas. Hanya diperlukan pembangunan infrastruktur gas yang maif dan terintegrasi," katanya.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan bahwa pihaknya tengah menggodok aturan terkait penetapan harga gas melon tersebut.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, harga eceran tertinggi (HET) LPG 3 kg ditetapkan oleh pemerintah daerah (pemda) masing-masing.
Namun, penetapan harga oleh Pemda itu harus berdasarkan pedoman dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian ESDM dan BPH Migas. Oleh karena itu, besaran HET LPG 3 kg selama ini bisa berbeda-beda di tiap provinsi atau kabupaten/kota.
Bahlil menilai hal ini malah menjadi celah untuk oknum memainkan harga LPG 3 kg. Padahal, negara telah menggelontorkan dana subsidi puluhan triliun rupiah.
"Kami akan ubah beberapa metode agar kebocoran enggak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan pada daerah, ini ada kemungkinan dalam pembahasan Perpres, kami tentukan saja satu harga, supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," tuturnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Penataan penjualan gas melon subsidi itu memang telah lama menjadi perhatian pemerintah. Maklum, kerap ada kecurangan dalam proses distribusi maupun penjualan.
Dalam kesempatan terpisah, Bahlil mengatakan, masyarakat seharusnya mendapatkan harga LPG paling mahal sekitar Rp19.000 per tabung. Dia menyebut, harga LPG 3 kg setelah subsidi dari pemerintah adalah Rp12.000 per tabung.
Sementara itu, harga sampai di pangkalan resmi hanya mencapai Rp16.000 per tabung. Adapun, saat ini harga LPG di setiap daerah dibanderol antara Rp18.000 hingga Rp20.000 per tabung.