JAKARTA - Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso II, kapasitas 195 megawat (MW), milik Kalla Group Maret 2013 rencananya akan segera diresmikan pengoperasianya.
Hingga kini Kalla Group tengah membangun dua PLTA lainnya yakni PLTA Poso I dengan kapasitas 60 MW dan PLTA Poso III dengan kapasitas 320 MW.
PLTA Poso II telah beroperasi dan menyalurkan listrik untuk wilayah Sulawesi. Untuk membangun PLTA Poso II itu, Kalla Group menginvestasikan modalnya senilai Rp4 triliun.
Sementara untuk PLTA Poso I direncanakan rampung pada 2016 dan PLTA Poso III pada 2018.
Direktur Pengembangan Bisnis Kalla Group Solihin mengungkapkan perusahaan berkomitmen untuk turut mendorong ekonomi nasional melalui penyediaan listrik tenaga air. “Alasan mengapa PLTA II yang dibangun lebih dulu hanyalah soal teknis,” ujar Solihin dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (26/2/2013).
Ia menjelaskan PLTA Poso memanfaatkan Danau Poso sebagai sumber air karena memiliki ketinggian 500 mdpl dengan luas kurang lebih 32.000 hektare. Sungai Poso yang mengalir dari danau tersebut memiliki panjang kurang lebih 200 kilometer dengan ketinggian 350 mdpl.
Debit rata-rata tahunan sungai itu ialah 148,2 meter kubik per detik sehingga perusahaan memanfaatkan sungai itu di tiga titik untuk membangun PLTA.
Ia mengungkapkan menurut data PLN hingga tahun 2015, kebutuhan listrik untuk Propinsi Sulawesi Tengah mencapai 205,35 MW. Sementara daya terpasang saat ini masih sangat sedikit, yakni hanya sebanyak 103.172 kW sehingga kebutuhan listrik masih sangat urgen di wilayah tersebut.
Solihin mengungkapkan Kalla Group menargetkan PLTA Poso akan mampu memenuhi kebutuhan listrik di kawasan Sulawesi yang kebutuhan listriknya terus meningkat. Ia memperkirakan pertumbuhan permintaan listrik di Sulawesi mencapai 20% pertahun.
“Diharapkan dengan hadirnya PT Poso Energy, kebutuhan listrik untuk wilayah Sulawesi, khususnya Sulawesi Tengah, dapat terpenuhi. Sulawesi Selatan sendiri merupakan satu-satunya provinsi yang surplus listrik karena adanya PLTA Poso dan beberapa pembangkit baru lainnya,” paparnya.
Ia memprediksi pengoperasian PLTA Poso akan menekan biaya pemerintah yang dialokasikan untuk listrik. Menurutnya, biaya listrik per Kwh dengan memakai tenaga diesel sekitar Rp3600 sementara pemerintah hanya menjual seharga Rp700-800 sehingga pemerintah akan defisit.
Ia mengungkapkan harga listrik yang dijual dari PLTA Poso kepada PLN sekitar Rp 700-800 per Kwh sehingga pemerintah tak perlu lagi mengalami kerugian yang harus mensubsidi solar. Subsidi pemerintah untuk listrik tahun ini diperkirakan mencapai Rp92 triliun.
Sementara itu, Direktur PT Poso Energy Achmad Kalla menambahkan, proyek PLTA Poso merupakan murni karya anak bangsa karena dikerjakan oleh sumber daya lokal dan tidak melibatkan tenaga asing.
Engineering dan konstruksi semua dikerjakan oleh anak perusahaan Kalla Group seperti PT Bukaka Teknik Utama, PT Indonesia Harapan Masa dan PT Bumi Karsa.
Ia melanjutkan PLTA Poso adalah PLTA yang dibangun dalam suasana konflik. Tahun 2005, PT Poso Energy memulai membangun PLTA Poso tanpa power purchase agreement (PPA), hanya dengan memakai dana kas internal selama tiga hingga empat tahun.
Sekitar 2008-2009, proyek ini mendapatkan PPA dan pinjaman dari bank sehingga proyek itu dapat rampung pada 2012 dapat mulai beroperasi. Proyek ini milik Kalla Group dan Yayasan Pendidikan Athirah tanpa campur tangan investor lain.