Bisnis.com, JAKARTA – Buruh pabrik PT Sri Rejeki Isman (Tbk) atau Sritex mengaku kecewa dan terkejut atas putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perusahaan tekstil tersebut atas putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024.
Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto mengatakan, para pekerja telah menaruh harapan bahwa keputusan kasasi dapat memberikan solusi bagi kelangsungan pekerjaan mereka.
“Kami selaku pekerja Sritex Group yang saat ini masih terikat hubungan kerja dengan Sritex merasa sangat kaget dan sedih dengan putusan kasasi MA ini karena kami sangat berharap putusan kasasi ini menjawab keinginan puluhan ribu buruh Sritex yang ingin terus bekerja agar upah yang didapat bisa untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya,” kata Slamet kepada Bisnis, Jumat (20/12/2024).
Para buruh tetap menghormati proses hukum atas kepailitan yang sedang berlangsung, kendati tetap berharap opsi going concern dapat dijalankan untuk menjaga keberlangsungan usaha untuk menyambung hidup para pekerja.
Opsi going concern sebelumnya menjadi harapan bagi pekerja yang juga didukung oleh pemerintah. Hal ini untuk memastikan operasional pabrik tetap berjalan di tengah proses kepailitan.
“Selama ini kami mengikuti proses ini dan sangat berharap going concern dapat diputuskan oleh kurator setelah mendapat persetujuan hakim pengawas, namun belum bisa terwujud juga sampai saat ini,” ujarnya.
Baca Juga
Selain itu, serikat buruh juga mempertanyakan keseriusan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam membantu Sritex. Meskipun manajemen Sritex dan kurator tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) selama proses kepailitan, kondisi para buruh tetap terkatung-katung.
“Kami tidak di-PHK oleh manajemen maupun dari kurator karena Pak Prabowo menginginkan tidak ada PHK. Namun, nasib kami menjadi mengambang ketika tidak ada PHK tapi juga tidak dapat bekerja dikarenakan bahan baku sudah habis, dan pabrik berhenti operasional,” keluhnya.
Slamet berharap pemerintah dapat lebih aktif dalam memfasilitasi pertemuan antara kurator, debitur, dan pekerja untuk membahas kelangsungan going concern selama proses kepailitan.
“Kami masih sangat berharap going concern ini dapat dijalankan oleh kurator atas izin hakim pengawas setelah ada pertimbangan yang baik khususnya pertimbangan kelangsungan kerja para pekerja,” tambahnya.
Jika opsi pemberesan yang dipilih, Slamet khawatir pembayaran hak-hak buruh akan memakan waktu lama dan para buruh yang sudah tidak bekerja akan semakin kesulitan mencari pekerjaan baru, terutama yang sudah mendekati usia pensiun.
“Di rentang waktu tersebut, buruh-buruh yang sudah tidak bekerja, yang sudah memasuki usia-usia menjelang purna akan kesulitan mencari pekerjaan sehingga semakin menambah merana nasibnya,” ujarnya.
Dengan kondisi yang semakin tidak menentu, buruh Sritex sangat berharap bahwa pemerintah bisa lebih peduli dengan nasib mereka dan memperjuangkan kelangsungan hidup mereka melalui opsi going concern.
Harapan besar mereka kini terarah pada pihak eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk bisa memfasilitasi penyelesaian yang lebih berpihak pada keberlanjutan pekerjaan buruh Sritex.