BISNIS.COM, JAKARTA - Dirjen Pajak pekan ini menerbitkan surat ketetapan pajak atau SKP sebagai tagihan pembayaran utang pajak Asian Agri senilai Rp1,829 triliun.
Berikut dendanya setelah diputuskan Mahkamah Agung senilai Rp2,5 triliun, Asian Agri harus membayar utang pajak senilai Rp4,3 triliun. Dalam waktu sebulan setelah penerbitan SKP itu, Asian Agri wajib membayar tagihan pajak tersebut.
"Jika dalam sebulan tidak dibayar, akan dilakukan penagihan aktif. Setelah 48 hari tidak bayar, akan diterbitkan surat paksa dan aset Asian Agri akan disita," kata Dirjen Pajak Fuad Rahmany, saat berbincang dengan kalangan pemimpin media di kantor Ditjen Pajak, Rabu (5/6) malam.
SKP diterbitkan kepada wajib pajak tertentu akibat ketidakbenaran data yang dilaporkan. Selain untuk fungsi administrasi, SKP diterbitkan untuk melakukan penagihan pajak.
Fuad menjelaskan, sesuai ketentuan UU Pajak, Ditjen Pajak memberi waktu hanya dua bulan, berbeda dengan Kejaksaan yang lebih longgar, 12 bulan. "Surat tagihnya keluar minggu ini. Kalau tidak bayar maka bisa penyitaan," ujarnya.
Sejauh ini Bisnis belum bisa mengkonfirmasi Asian Agri mengenai SKP tersebut.
Fuad menambahkan dalam kasus Asian Agri, dengan denda senilai Rp2,5 triliun, penyidik Ditjen Pajak tahan godaan.
Seharusnya, katanya, denda untuk Asian Agri adalah 400% dari kewajiban kurang pajak yang belum dibayar. Tetapi MA memutuskan denda untuk Asian Agri hanya 200% atau Rp2,5 triliun.
Fuad mengatakan kejadian tunggakan pajak senilai Rp4,3 triliun, dengan denda Rp2,5 triliun, untuk Asian Agri ini merupakan preseden pertama yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Ini baru kejadian di Indonesia, di mana wajib pajak kena Rp2,5 triliun..." tandasnya.
Sebelumnya, jurubicara MA menyatakan eksekusi kasus Asian Agri yang telah diputus pada tingkat Peninjauan Kembali menjadi tanggung jawab Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. MA telah mengirimkan petikan putusan PK tersebut ke PN Jakarta Pusat.
Kasus penggelapan pajak ini dibongkar oleh Mantan Group Financial Controller Asian Agri Vincentius Amin Sutanto. Anak perusahaan Raja Garuda Mas ini dalam persidangan, terbukti merugikan negara Rp 1,4 triliun.
Vincentius sendiri divonis 11 tahun penjara. Ia didakwa melakukan pencucian uang.