Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana investigasi tarif besar-besaran terhadap produk furnitur impor yang masuk ke AS.
Dikutip melalui Reuters, dia menilai langkah ini disebut sebagai awal menuju penetapan bea masuk lebih tinggi pada sektor yang sudah lebih dulu terdampak kenaikan harga akibat kebijakan tarif.
“Furnitur yang datang dari negara lain ke Amerika Serikat akan dikenakan tarif dengan besaran yang belum ditentukan,” kata Trump melalui akun Truth Social, Sabtu (23/8/2025).
Trump menyebut investigasi ini akan rampung dalam 50 hari ke depan, meski pengalaman sebelumnya menunjukkan penyelidikan sejenis bisa memakan waktu lebih lama. Gedung Putih mengonfirmasi investigasi akan dilakukan di bawah undang-undang Section 232 yang memungkinkan tarif baru diberlakukan atas dasar alasan keamanan nasional.
Pengumuman tersebut langsung berdampak pada pasar. Saham perusahaan ritel furnitur RH (Restoration Hardware) anjlok 7,5% pada perdagangan after hours.
Trump menekankan langkah ini akan mendorong kebangkitan industri furnitur dalam negeri.
Baca Juga
“Ini akan membawa bisnis furnitur kembali ke North Carolina, South Carolina, Michigan, dan negara bagian lain di seluruh negeri,” ujarnya.
Data pemerintah menunjukkan sektor manufaktur furnitur dan produk kayu yang mempekerjakan 1,2 juta orang pada 1979, kini tinggal sekitar 340.000 pekerja.
Menurut Furniture Today, Amerika Serikat mengimpor furnitur senilai US$25,5 miliar pada 2024, naik 7% dibanding tahun sebelumnya. Sekitar 60% impor tersebut berasal dari Vietnam dan Tiongkok.
Namun, kebijakan ini menuai penolakan dari pelaku industri. American Home Furnishings Alliance (AHFA), asosiasi yang berbasis di High Point, North Carolina, sebelumnya menentang upaya tarif baru pada kayu dan furnitur.
Dalam komentarnya ke Departemen Perdagangan, mereka menilai tidak ada hubungan rasional antara impor furnitur dengan keamanan nasional.
“Tak ada jumlah tarif berapa pun yang mampu mengembalikan industri furnitur AS ke masa jayanya. Sebaliknya, tarif akan merugikan manufaktur yang masih bertahan di dalam negeri,” tulis AHFA.