Bisnis.com, JAKARTA - PT Cirebon Electric Power Indonesia berencana kembali menambah pembangkit di Cirebon, Jawa Barat, untuk menjaga ketahanan ketenagalistrikan di dalam negeri.
Heru Dewanto, Direktur Cirebon Electric, mengatakan ekspansi III pembangkit Cirebon itu dilakukan untuk menjaga cadangan listrik di dalam negeri. Rencananya, pembangkit ekspansi III itu akan memiliki kapasitas 1.000 megawatt (MW).
“Kami berharap ke depannya ada cadangan [listrik]. Saat ini, sudah ada 660 MW, kemudian ekspansi II yang sedang berjalan 1.000 MW. Kalau ada lahannya, kami bisa kembali melakukan ekspansi 1.000 MW,” katanya di Jakarta, Kamis (14/11/2013).
Heru menuturkan ekspansi III itu baru bisa dilakukan setelah perusahaan mendapatkan lahan untuk melaksanakan pembangunannya. Ketenagalistrikan saat ini telah menjadi isu penting di dalam negeri, karena banyaknya pembangkit listrik yang terlambat beroperasi.
Saat ini, Cirebon Electric sedang menjalani tahap pra kualifikasi untuk pembangunan ekspansi II pembangkit Cirebon. Heru berharap awal 2014 pihaknya sudah menandatangani harga beli listrik atau power purchase agreement (PPA).
Pembangunan ekspansi II pembangkit Cirebon sendiri tidak terkendala persoalan pembebasan lahan, karena dibangun di lahan milik perusahaan.
Berbeda dengan Cirebon Electric, Bhimasena Power mengalami hambatan pengadaan lahan saat membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batang. Terlambatnya penyelesaian pembangkit itu berakibat pada potensi kerugian keuangan negara dan ancaman krisis listrik di Jawa-Bali.
PT Adaro Energy Tbk, memperkirakan investasi pembangkit dengan kapasitas 2 X 1.000 MW itu melonjak dari anggaran semula US$4 miliar. Adaro Energy sendiri merupakan salah satu anggota konsorsium PT Bhimasena Power Indonesia melalui anak usahanya Adaro Power.
Keterlambatan penyelesaian proyek PLTU Batang itu diantisipasi pemerintah dengan mempercepat penyelesaian PLTU Cirebon dan PLTU Cilacap.
Beban listrik Jawa-Bali saat ini sendiri mencapai 23.000 MW, dan diperkirakan akan tumbuh 9,5% tiap tahunnya. Pada 2014, permintaan listrik di Jawa-Bali diperkirakan mencapai 174,9 terrawatt hour (Twh), dan pada 2018 menjadi 250,9 Twh.