Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mendatang dinilai perlu meningkatkan sistem distribusi pangan terintegrasi untuk dapat mencapai kedaulatan pangan.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Abubakar Karim mengatakan saat ini impor pangan dilakukan karena penyebaran komoditas belum menyeluruh ke setiap daerah.
"Tidak semua wilayah menghasilkan komoditas yang sama. Wilayah-wilayah mana saja cukup dan wilayah mana saja yang kekurangan. Harus melakuan integrasi seluruh potensi," ujarnya seperti dikuti Bisnis, (15/10/2014).
Abubakar mencontohkan komoditas kentang yang potensinya sangat besar namun masih tetap dilakukan impor. Menurutnya, di Aceh Tengah saja terdapat sekitar 60 ribu lahan yang ditanami kentang.
"Per hektar jika menghasilkan 20 ton saja itu sudah berapa yang dihasilkannya. Belum lagi yang di Sumatera Utara atau Jawa Barat," katanya.
Menurutnya, selama ini distribusi kentang tidak dilakukan dengan baik, contohnya wilayah Papua yang tidak memproduksi kentang. Pada akhirnya, lanjut Abubakar, kebutuhan kentang di Indonesia 40% dipenuhi lewat impor. Berdasarkan catatan BPS yang diolah Kementan impor kentang pada semester I/2014 senilai US$48 juta.
Distribusi yang tidak baik ini, lanjutnya, juga memunculkan permasalahan harga. Dia mengatakan harga kentang lokal lebih mahal dibandingkan kentang impor.
Abubakar mencatat harga kentang lokal dapat mencapai Rp9.000 per kg. Sementara kentang dari Thailand atau Vietnam hanya Rp6.000 per kg. Padahal, menurutnya kualitas kentang lokal lebih bagus dibanding kentang dari Thailand atau Vietnam.
Permasalahan distribusi dan harga ini, lanjutnya, juga dterjadi pada kedelai. Menurut Abubakar, banyak petani kedelai yang tidak menanam komoditas ini kembali karena tidak lagi menguntungkan bagi mereka.
"Di Aceh tahun 1980-an itu sentra kedelai terbesar, tapi kenapa sekarang ambruk, padahal sudah dikasih harga tertentu. Ternyata harganya tidak berpihak pada petani. Jadi mereka melarikan diri dari komoditas itu," ujarnya.
Padahal, lanjutnya, dengan luas lahan potensi kedelai yang ada, Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri tanpa harus impor. Berdasarkan angka ramalan (Aram) I BPS yang diolah Kementan, pada semester I/2014 produksi kedelai sebesar 892.600 ton. Sementara impornya mencapai 1,3 juta ton. Dengan kata lain, presentase impor kedelai sebesar 59,29%.
Selain kentang dan kedelai, Abubakar juga mengatakan komoditas lain pun harus diintergrasikan dengan baik, seperti beras, jagung, buah, termasuk sektor peternakan, seperti daging dan susu. Menurutnya, dengan distribusi yang baik, impor yang dilakukan hanya pada komoditas tertentu yang tidak bisa dikembangkan di Indonesia, seperti buah subtropis.