Bisnis.com, JAKARTA—Meski telah menyetujui pemberlakuan perdagangan bebas Masyarakat Ekomi Asean (MEA) akhir tahun ini, namun dari sisi keuntungan ekonomi Indonesia akan lebih banyak dirugikan karena cenderung menjadi pasar negara tetangga.
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang menilai ketidakseimbangan kekuatan pasar antara Indonesia dengan 10 negara yang berbatasan langsung merupakan penyebab utama dirugikannya pihak Indonesia.
Namun demikian, Oesman menyatakan pemberlakuan perdagangan besar merupakan sebuah dilema yang membingungkan karena dirinya pun tidak mau disebut sebagai anti asing karena perjanjian dagang itu telah disepakati.
“Jujur saja kita belum siap pembelakuan perdagangan bebas MEA ini. Bagaimana mungkin produk kita dengan pasar yang 240 juta akan dijual ke pasar mereka yang 25 juta,” ujarnya dalam diskusi soal “Daerah Perbatasan” di Gedung MPR, Senin (2/2/2015).
Dalam kondisi kekuatan pasar yang tidak seimbang itu, ujarnya, Indonesia akan terus tumbuh menjadi negara konsumen.
Dia juga mengkhawatirkan dengan tumbuhnya mal-mal hingga ke tingkat daerah yang produknya akan lebih banyak didominasi produk asing setelah pemberlakuan MEA nantinya.
Oesman juga mengakui dominasi produk asing di wilayah perbatasan bukan persoalan saat ini saja. Namun, kenyataan itu sudah berlangsung sejak lama dan kondisi itu akan semakin parah kalau MEA diberlakukan nantinya.
Sebagai catatan, hampir seperlima dari seluruh makanan dan minuman impor berasal dari Malaysia.
Lonjakan impor makanan dan minuman ini sangat mengkhawatirkan sejak berlakunya kesepakatan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) pada Januari 2010.