Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bea Cukai Catat Realisasi Penerimaan Mini di Teluk Bayur Sumbar per November 2024

Kantor Bea dan Cukai (KPPBC) TMP B Teluk Bayur, Sumatra Barat mencatat realisasi penerimaan Rp606,43 miliar per November 2024 atau hanya 65,17%.
Suasana bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatra Barat./Bisnis - Noli H.
Suasana bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur, Sumatra Barat./Bisnis - Noli H.

Bisnis.com, PADANG - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) TMP B Teluk Bayur, Kota Padang, Sumatra Barat, mencatat realisasi penerimaan periode Januari-November 2024 baru Rp606,43 miliar. Jumlah ini setara 65,17% terhadap target tahun 2024. 

Kasi Penyuluhan dan Layanan Informasi - KPPBC TMP B Teluk Bayur Moh. Hery Syamsul Bahtiar mengatakan meski jauh dibandingkan target 2024, jumlah itu sudah naik 12,33% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kenaikan nilai ekspor sendiri disumbang oleh lonjakan volume ekspor komoditas CPO dan turunannya pada bulan Oktober dan November.

“Jadi pada periode November 2024, harga referensi CPO tercatat sebesar US$961,97 per ton atau mengalami peningkatan yang signifikan dibanding bulan sebelumnya,” katanya dikutip dari data KPPBC TMP B Teluk Bayur, Senin (23/12/2024).

Dia menjelaskan peningkatan HR CPO itu dipengaruhi peningkatan permintaan terutama dari India dan Tiongkok dan turunnya produksi global akibat kemarau panjang. Selain itu, peningkatan harga minyak mentah dunia dan tarif Bea Keluar Malaysia yang berlaku sejak 1 Oktober 2024 turut mengerek HR CPO.

Hery merinci untuk target penerimaan KPPBC TMP B Teluk Bayur berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor KEP-17/BC/2024 Tentang Distribusi Target Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tahun Anggaran 2024, dimana untuk realisasi penerimaan KPPBC TMP B Teluk Bayur Rp 606.430.537.000  atau 65,17% Target APBN tahun 2024.

Dia memperinci, pendapatan ini berasal dari penerimaan Bea Masuk 36,63% dan Bea Keluar 10,86%. "Penerimaan cukai didapat dari sanksi administratif di bidang cukai sebesar Rp 332.799.000,” ujarnya.

Dikatakannya pertumbuhan Bea Masuk dikarenakan adanya impor beras, yang dimulai pada bulan Februari dua kali impor dengan nilai Bea Masuk Rp6.629.423.000 tonase sebesar 14.732,05 ton.

Lalu pada bulan Maret satu kali impor dengan nilai Bea Masuk Rp3.960.000.000 tonase sebesar 8.800 ton. Serta bulan April satu kali impor dengan nilai Bea Masuk Rp 3.375.000.000 tonase 7.500 ton.

Selanjutnya bulan Mei satu kali impor dengan nilai Bea Masuk Rp 2.250.000.000 tonase 5.000 ton. Kemudian di bulan Oktober terjadi 6 kali impor dengan nilai Bea Masuk Rp 8.248.500.000 tonase 18.330 ton.

Hery melanjutnya untuk periode November mengalami peningkatan dibanding bulan sebelumnya, harga referensi CPO yaitu naik sebesar USD 961,97 per ton untuk periode  Januari-November 2024 (mulai tanggal 1 Februari Penetapan HR CPO dilakukan setiap satu bulan sekali).

“Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi peningkatan permintaan terutama dari India dan Tiongkok,” sebutnya.

Heri menjelaskan untuk total ekspor yakni mulai dari minyak kelapa sawit dan fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi tidak dimodifikasi secara kimia, dimana untuk Oktober 81,99%, November 81,43%.

Selanjutnya karet alam, balata, getah perca, guayule, chicle dan getah alam semacam itu, dalam bentuk asal atau pelat, lembaran atau strip, yakni untuk Oktober 6,19%, November 5,62%. Serta asam lemak monokarboksilat industri; minyak asam dari pemurnian; alkohol lemak industri yakni Oktober 3,92%, November 3,08%.

Lalu untuk untuk total impor, minyak petroleum dan minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen. Selain mentah, preparat tidak dirinci atau termasuk dalam pos lainnya, mengandung minyak petroleum atau minyak yang diperoleh dari mineral mengandung bitumen 70 % atau lebih menurut beratnya.

“Minyak ini merupakan unsur dasar dari preparat tersebut, minyak sisa, dimana untuk Oktober 63,47%, November 66,70%,” ungkap dia.

Impor lainnya itu bungkil dan residu padat lainnya, ditumbuk maupun tidak atau berbentuk pelet, hasil dari ekstraksi minyak kacang kedelai, dimana pada Oktober 9,84%, November 24,54%.

Kemudian ada impor gips, anhidrit, plester yang terdiri dari gips dikalsinasi atau kalsium sulfat, diwarnai maupun tidak, tanpa atau dengan sedikit bahan akselerator atau retarder, yakni Oktober 0,00%, November 3,88%.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper