Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan penurunan biaya logistik nasional dari 24% produk domestik bruto menjadi 19% PDB melalui pembenahan inefisiensi di pelabuhan.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan saat ini biaya logistik di Indonesia sangat tinggi. Hal tersebut dikhawatirkan menghambat laju pertumbuhan ekonomi yang tahun ini ditargetkan 5,7%.
"Kalau kita kurangi biaya logistik dari 24% menjadi 19% akan terjadi penghematan sekian ratus triliun bagi industri. Jadi mereka bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik," ujar Sofyan di Kantor Presiden, Selasa (10/2/2014).
Tingginya biaya logistik, kata Sofyan, disebabkan oleh ketidakpastian. Utamanya, terkait dwelling time, pemeriksaan bea cukai dan karantina, dan pengurusan perizinan.
Akibat lamanya proses di pelabuhan dan tingginya ongkos transportasi, industri tidak dapat mengkalkulasi biaya dengan tepat.
Selain membenahi soft infrastructure, pemerintah juga akan melanjutkan rencana pembangunan dan revitalisasi 5 pelabuhan besar dan 26 pelabuhan kecil dalam 5 tahun ke depan.
Namun, Sofyan mengatakan tidak semua pelabuhan yang dalam rencana induk akan direalisasikan. Revitalisasi akan dilakukan pada pelabuhan-pelabuhan utama yang menjadi bagian dari tol laut.
"Bukan berarti semua harus dibangun, karena yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan efisiensi," katanya.
Salah satu penyebab rendahnya efisiensi pelabuhan, imbuh Sofyan, adalah rendahnya operasional container crane. Akibatnya, kontainer menumpuk di pelabuhan dan kapal lebih banyak berdiam di pelabuhan daripada berlayar.
"Standar di ICT, dalam 1 jam crane bisa 27 box, sedangkan crane di pelabuhan, misalnya di Belawan dan Makassar masih lebih rendah, kadang-kadang ada yang setengah dari itu," tutur Sofyan.