Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai perlu melakukan optimalisasi nilai tambah hasil laut untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penguatan daya saing nasional.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rizal Edy Halim mengatakan optimalisasi ini harus dilakukan sebagai kelanjutan dari operasi illegal fishing dan penenggelaman kapal-kapal penangkap ikan yang oleh banyak kalangan dinilai cukup berhasil.
Menurutnya, optimalisasi ini selaras dengan visi-misi Presiden Jokowi dalam menggagas Poros Maritim Dunia sebagai garda terdepan di sektor kelautan dan perikanan.
“Jadi, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah pimpinan Susi Pudjiastuti perlu memperhatikan lima hal terkait peningkatan sumber daya kelautan dan perikanan,” tuturnya, Kamis (14/5/2015).
Kelima hal terkait peningkatan sumber daya kelautan dan perikanan adalah pertama, mengidentifikasi kembali sistem mata rantai produksi hasil kelautan dan perikanan.
Mata rantai produksi ini baik terkait produk ikan tangkap dan budi daya maupun produk ikan olahan. Mata rantai produksi ini berhubungan erat dengan penetrasi konsumsi ikan domestik dan daya saing produksi perikanan nasional.
“Indonesia harusnya bisa lebih unggul dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia untuk sektor perikanan karena didukung oleh sumber daya alam yang melimpah,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Studi Efokus ini.
Kedua, KKP di bawah pimpinan Susi Pudjiastuti perlu melakukan penataan kembali sistem pengolahan dan pemasaran hasil-hasil perikanan dan kelautan sehingga dapat memberi value-added yang optimal bagi perekonomian nasional.
Upaya mendorong nilai tambah sektor perikanan melalui industrialisasi perlu dimaksimalkan sehingga sektor perikanan dapat lebih berdaya saing tinggi.
Dia mencontohkan mutiara yang hingga saat ini belum dioptimalkan manfaatnya oleh Indonesia. Sementara itu, negara seperti Jepang dan Tiongkok sangat diuntungkan dari mutiara yang berasal dari Indonesia.
Khusus untuk mutiara ini, Indonesia perlu mendata kembali potensi mutiara, titik-titik produksi, dan mendata kembali pelaku usaha yang bergerak di komoditas ini.
Ketiga, linear dengan Poros Maritim Dunia dari Presiden Jokowi, perlu bergerak ke arah penataan kembali sistem logistik hasil kelautan dan perikanan yang tidak hanya mendorong daya saing sektor ini, tetapi juga dapat optimal digunakan bagi kebutuhan domestik.
“Komitmen besar Bu Susi untuk memajukan sektor kelautan dan perikanan merupakan modal berharga bagi penataan sistem logistik kelautan dan perikanan. Tentunya dengan berkoordinasi dengan kementerian teknis lainnya,” tegasnya.
Keempat, mengoptimalkan unit-unit pengolahan ikan di sejumlah titik dan mengarahkannya pada sistem pengolahan ikan terpadu (produksi, penanganan dan pengolahan, dan pemasaran).
Optimalisasi ini juga perlu dilakukan dengan mendorong sektor UMKM, termasuk nelayan-nelayan, bekerja sama dengan usaha-usaha besar untuk menjalankan sistem pengolahan ikan terpadu.
Revitalisasi sistem pengolahan dan pemasaran hasil kelautan dan perikanan diharapkan tidak hanya menjadi motor penggerak sektor ini tetapi sekaligus menjadi mesin perekonomian nasional.
Kelima, mendorong investasi masuk di sektor kelautan dan perikanan secara terkendali. “Terkendali artinya bahwa Bu Susi berkewajiban menarik investor-investor masuk ke sektor kelautan dan perikanan, namun tetap memperhatikan kepentingan nasional. Kepentingan nasional tidak lain adalah mewujudkan kesejahateraan masyarakat.”
Dia mengatakan kelima langkah di atas memang memerlukan koordinasi yang ketat, baik secara internal di Kementerian Kelautan dan Perikanan, tetapi juga eksternal antar kementerian/lembaga yang terkait.
“Koordinasi ini menjadi kata kunci yang kritikal agar upaya dan kerja keras Bu Susi selama semester I/2015 ini tidak menjadi sia-sia,” katanya.