Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengidentifikasi sejumlah regulasi lintas kementerian atau lembaga yang dinilai menghambat program percepatan pembangunan infrastruktur.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hediyanto W. Husaini mengatakan penerapan Rencana Kas (Rankas) 2015 selama ini mendapat keluhan dari kalangan kontraktor. Kalangan kontraktor harus menunggu bahkan hingga dua minggu untuk mendapatkan pencairan anggaran dari pemerintah.
Dalam kententuan Rankas selama ini, Surat Perintah Membayar (SPM) yang diajukan Kementerian PUPR ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) baru mendapatkan jawaban setelah lima hari kerja.
“Setelah lima hari baru mereka sampaikan, oh ada salah ini dan itu, lalu kita koreksi lagi. Hasil koreksi itu lalu baru diterima lima hari lagi. Ini mengganggu. Kenapa tidak secepatnya dalam satu dua hari saja,” katanya di sela-sela rapat kerja Kementerian PUPR, Kamis (3/9).
Rankas 2015 merupakan implementasi Peraturan Menteri Keuangan No. 277 Tahun 2015 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana Penerimaan Dana dan Perencanaan Kas. Hediyanto mengatakan ketentuan tersebut menyulitkan pihaknya untuk mengejar realisasi penyerapan anggaran 100% untuk Ditjen Bina Marga hingga akhir tahun ini.
Saat ini, progres keuangan Ditjen Bina Marga baru mencapai 34%. Untuk mencapai target 100% hingga akhir tahun, penyerapan anggaran dengan demikian minimal 15% per bulan, atau 0,5% per hari.
“Kalau prosedur seperti itu, saya susah. Ini mengganggu percepatan,” katanya.
Hedi mengatakan saat ini pemerintah juga tengah berupaya untuk mempercepat pencairan pinjaman dari pemerintah China untuk sejumlah proyek infrastruktur. Proses pencairan selama ini memakan waktu hingga lebih dari enam bulan.
Proyek-proyek dari pinjaman China untuk tahun ini misalnya dukungan pemerintah untuk konstruksi tol Solo-Kertosono, Manado-Bitung, Balikpapan-Samarinda, dan Cileunyi-Sumedang-Dawuan. Seluruh kontrak ditargetkan dapat selesai akhir bulan ini, namun pencairan pinjaman masih harus menunggu proses negosiasi.
“Negosiasi harusnya tidak lama. Setelah tanda tangan kontrak itu harusnya bisa sebulan sampai tiga bulan. Kalau terlalu lama, kita kesulitan bayar uang muka tahun ini,” katanya.
Selain itu, Hediyanto juga menilai izin kontrak untuk proyek multiyears pun selama ini relatif menyulitkan. Pemerintah mewajibkan kontrak multiyears harus mengantongi izin dari Kementerian Keuangan dengan proses yang berlarut-larut.
Menurutnya, izin proyek kontrak multiyears seharusnya bisa dilimpahkan kepada Kementerian PUPR bila pagu anggaran multiyears tidak mencapai 30% dari total anggaran.
“Kalau 30% oke lah izin harus ada izin dari Kemenkeu. Tapi kalau di bawah itu kan sebenarnya tidak mengganggu anggaran kita,” katanya.
Adapun anggaran kontrak tahun jamak 2015 hanya Rp17,8 triliun, atau 15% dari total anggaran Kementerian PUPR 2015 senilai Rp118,5 triliun.