Bisnis.com, JAKARTA – Komunitas pemilik armada transportasi dari aplikasi online yakni Paguyuban Mitra Online masih belum sepakat dengan solusi guna mengatasi kisruh angkutan online dari pemerintah.
Aryanto Benediktus, Humas Paguyuban Mitra Online (PMO), mengatakan bahwa melegitimasi aplikasi menjadi perusahaan jasa transportasi melalui uji KIR dan membentuk badan hukum bukanlah solusi.
“Uji KIR menurut kami bukan solusi," ujar Ary kepada Bisnis.com, merangkum sejumlah pertanyaan dari komunitas armada aplikasi online.
Hal itu karena untuk pelat hitam mau masuk menjadi anggota aplikasi online itu paling tidak usia kendaraan maksimal 5 tahun. KIR diperpanjang setiap 6 bulan.
"Yang jadi pertanyaan, mobil yang dipakai aplikasi online rata-rata dari merek ternama seperti Toyota, Daihatsu, Honda, juga Nissan, apakah harus uji KIR tiap 6 bulan dengan biaya satu kali pengujian Rp86.000?,” ujarnya.
Terkait pemakaian Surat Izin Mengemudi (SIM) golongan A, Ary mempertanyakan SIM golongan A dari transportasi eksisting. Ary menduga jangan sampai saat ini masih ada kendaraan-kendaraan milik Organisasi Angkutan Darat (Organda) yang belum memiliki SIM A.
Anggota PMO yang rata-rata adalah sopir dari Uber dan Grab Car juga mengeluhkan tingginya pajak untuk pelat hitam. Pasalnya, pajak untuk pelat kuning seperti perusahaan transportasi eksisting sekitar Rp500.000 per tahun, sementara itu pelat hitam berkisar Rp3 juta per tahun.
“Dari pajak saja sudah berbeda. Makanya menurut kami tidak perlu sampai pengujian KIR atau SIM A umum. Kami hanya butuh legalitas perusahaan dan kenaikkan tarif supaya tidak bentrok dengan pihak Organda,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Organda David Santoso mengatakan koperasi yang menjadi mitra Uber dan Grab harus menempuh persyaratan balik nama dari kendaraan atas nama pribadi menjadi kendaraan atas nama koperasi.
"Ini konsekuensi jadi angkutan umum sewa, gak boleh atas nama pribadi lagi," ujanya kepada Bisnis.com, Sabtu (26/3).
Menurut David persyaratan tersebut sudah diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di samping itu, penyelenggaraan angkutan darat juga diatur dalam beleid-beleid turunannya. Pasalnya, proses balik nama kendaraan dari milik pribadi menjadi milik koperasi akan memudahkan penerapan aturan pajak kepada negara sebagaimana juga dilakukan operator taksi reguler.
Meskipun demikian, Organda masih menyambut baik langkah Uber Asia Limited (Uber) dan PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab) untuk mematuhi regulasi di Indonesia. Namun, dia mengingatkan, pembentukan badan hukum koperasi tidak cukup menjadi landasan hukum penyelenggara jasa angkutan darat.
Saat ini Uber telah menggandeng Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama sebagai mitra dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia. Sementara itu Grab juga telah bermitra dengan Koperasi Jasa Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara sebelumnya menyatakan aplikasi Uber dan Grab akan ditutup jika tak kunjung mematuhi regulasi.
Pemerintah sudah memutuskan agar semua aplikasi transportasi mengurus badan hukum koperasi dengan bekerjasama dengan Grab atau Uber diberi waktu hingga 31 Mei 2016 untuk menyelesaikan semua perizinannya.
Pasalnya, selama proses perizinan tersebut di Dinas Perhubungan DKI Jakarta, layanan GrabCar dan Uber diperbolehkan tetap beroperasi. Namun, perusahaan tidak diperkenankan melakukan ekspansi seperti merekrut pengemudi baru.
Saat ini, baik Uber dan Grab telah menentukan pilihan sebagai content provider. Oleh karena itu, kedua perusahaan diminta bekerjasama dengan perusahaan peneyelenggara angkutan umum berbentuk badan hukum, seperti koperasi.
Adapun badan hukum tersebut harus memiliki izin sebagai badan hukum penyelenggara angkutan umum dan melakukan prosedur seperti pendaftaraan kendaraan, uji kelayakan kendaraan atau kir, dan aturan-aturan lainnya yang mencapai 7 perizinan. Badan hukum itu juga nantinya akan mewadahi para pengemudi layanan GrabCar dan Uber. Para pengemudi yang tergabung di dalamnya juga harus memiliki surat izin mengemudi (SIM) umum.