Bisnis.com, JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan mensinyalir ada praktik persaingan yang tidak sehat dalam proses tender pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang cenderung menjurus pada praktik persekongkolan.
Anggota II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agus Joko Pramono mengungkapkan pada pemeriksaan yang tertuang dalam Laporah Hasil Pemeriksaan (LHP) badan tinggi negara tersebut kerap menemukan proses tender yang aneh dan patut dicurigai.
Keanehan tersebut, lanjutnya, seperti para peserta tender yang sama, selalu menggunakan bendera perusahaan yang berbeda. Selain itu, dalam pengadaan barang dan jasa secara elektronik, ada beberapa perusahaan yang menggunakan internet protocol (IP) address yang sama.
“Hal-hal seperti inilah yang kami lihat dalam proses pemeriksaan dan tidak sempat dilihat oleh pihak lain sehingga kami memutuskan harus menggandeng Komisi Pengawasan Persaingan Usaha melalui sebuah nota kesepahaman,” ujarnya, Selasa (24/5/2016).
Kesepakatan itu, lanjutnya, bertujuan untuk meningkatkan sinergisitas dan keterpaduan antara BPK dan KPPU dalam melaksanakan tugas dan kewenangan masing-masing sesuai ketentuan perundang-undangan. Kesepakatan itu meliputi pertukaran informasi, penggunaan tenaga ahli, pendidikan dan pelatihan serta sosialisasi dan pengembangan sistem informasi.
Dia melanjutkan dengan ditandantanganinya kesepakatan bersama ini, pemeriksaan BPK, terutama yang menyangkut dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, diharapkan lebih efektif dan komprehensif mengingat KPPU memiliki kewenangan melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus semacam itu.
“BPK butuh kapasitas KPPU untuk melihat apakah suatu temuan ini terindikasi pada persaingan tidak sehat atau monopoli atau tidak. Sebaliknya, KPPU membutuhkan BPK untuk melihat lebih dalam sekaligus mencari informasi tentang suatu dugaan persaingan usaha,” paparnya.
Sejauh ini BPK telah menjalin sinergitas dengan berbagai lembaga semisal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam waktu dekat, BPK akan merangkai kerja sama serupa dengan beberapa lembaga seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP).
Ketua BPK Harry Azhar Azis mengakui BPK kerap menemukan indikasi kolusi antara peserta lelang dalam proses lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah pusat, daerah, BUMN serta BUMN dan sering dilakukan oleh pelaku usaha di luar lingkup dan kewenangan BPK.
“Rekomendasi BPK hanya menyentuh ke ke level pengelola keuanga negara namun tidak menyentuh pelaku usaha yang sebenarnya memiliki peran yang cukup dominan dalam pelanggaran ketentuan perundang-undangan,” ungkapnya.
Menurutnya, di era globalisasi, persaingan usaha merupakan hal penting yang mesti diciptakan oleh negara untuk dapat membangun iklim usaha dan investasi yang positif sehingga bisa menyejahterakan masyarakat.
“Pemusatan ekonomi pada pihak atau monopoli dapat juga mengganggu terciptanya iklim usaha yang sehat dan kondusif. BPK ingin meningkatkan perannya dalam meningkatkan kesejahteran rakyat, termasuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan iklim usaha yang kondusif,” ucapnya.
Menurutnya, kesepakatan itu memiliki tujuan positif karena pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bisa lebih efektif dan komprehensif dengan melibatkan KPPU. ().
Pengadaan Barang dan Jasa: BPK Sinyalir Sering Terjadi Persekongkolan
Badan Pemeriksa Keuangan mensinyalir ada praktik persaingan yang tidak sehat dalam proses tender pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang cenderung menjurus pada praktik persekongkolan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : MG Noviarizal Fernandez
Editor : Fatkhul Maskur
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
35 menit yang lalu
Makin Tajir, Profil Dewi Kam Perempuan Terkaya Indonesia 2024
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
3 jam yang lalu
Kemendag Pastikan Minyakita Tidak Kena PPN 12%, tapi 11%
4 jam yang lalu