JAKARTA—Pemerintah memasukkan konsep microfranchising dalam roadmap waralaba nasional yang saat ini sedang dibahas.
Direktur Bina Usaha Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Fetnayeti mengatakan konsep tersebut sejalan dengan banyaknya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tidak sedikit bisnis yang mereka jalankan potensial untuk dikembangkan sebagai waralaba.
“Dengan konsep ini diharapkan mereka bisa memperluas usahanya dan membantu mendorong pertumbuhan industri waralaba nasional,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (6/9/2016).
Konsep microfranchising pun diharapkan membantu pelaku usaha lebih mudah mendapatkan pendanaan murah karena adanya pemerintah saat ini tengah menggencarkan fasilitas pembiayaan berbunga ringan bagi UMKM. Salah satunya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Harga waralaba yang dijual kepada franchisee pun lebih murah dibandingkan franchise yang sudah punya nama besar maupun waralaba asing. Sehingga, modal yang dikeluarkan franchisee pun lebih ringan.
Sebagian besar franchise mikro itu akan diambil dari business opportunity (BO), yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan waralaba. BO tersebut bakal dibina sehingga bisa naik kelas menjadi waralaba.
Pendampingan terhadap UMKM tersebut antara lain dilakukan dalam hal manajemen bisnis dan penyusunan laporan keuangan yang benar.
Saat ini tercatat terdapat 698 waralaba di Tanah Air dengan total gerai sebanyak 24.400. Total omzetnya diklaim mencapai Rp172 triliun pada 2015.
Meski demikian, baru 360 waralaba yang sudah memiliki Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). Dari angka itu, 308 adalah franchise asing dan 52 sisanya franchise lokal.
Kemendag mengakui belum banyak waralaba lokal yang bisa bersaing dengan franchise asing. Baik dari sisi permodalan maupun pengelolaan bisnis.
Fetnayeti menyatakan konsep itu akan disampaikan pada ajang World Franchise Summit Indonesia (WFSI) 2016 yang akan digelar di Jakarta pada 22-24 November 2016. “Kami perlu dukungan karena tiap negara punya karakteristik yang berbeda-beda,” ucap dia.
Roadmap waralaba sudah dibicarakan sejak 2015, meski sebenarnya industri waralaba di Indonesia telah muncul sejak 1980-an. Saat ini, penyusunannya masih dalam tahap awal dan diperkirakan tidak akan rampung dalam waktu dekat karena membutuhkan koordinasi dengan banyak kementerian dan stakeholder.
Konsep microfranchising juga sempat diusulkan oleh Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) untuk dimasukkan dalam pembahasan roadmap waralaba. Ketua Umum AFI Anang Sukandar menuturkan usulan itu merujuk pada konsep serupa yang pernah dijalankan Grameen Bank di Bangladesh.
“Sekarang kami sedang cari waktu yang tepat untuk buat pilot project-nya,” ungkapnya. Anang tidak membantah ada harga waralaba yang cukup mahal sehingga tidak semua kalangan bisa membelinya. Konsep microfranchising diharapkan dapat membantu mereka yang bermodal minim.
Ketua Komite Tetap Waralaba, Lisensi, dan Kemitraan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Amir Karamoy mengaku belum pernah mendengar tentang konsep tersebut tapi dia menilai tidak perlu ada pembagian skala usaha dalam industri waralaba. “Franchising bukan soal mikro atau menengah, tapi apakah skema bisnis yang dijalankan sesuai dengan prinsip,” tegas dia.
Waralaba hanya dapat ditujukan pada bisnis yang sudah beroperasi lebih dari lima tahun, mempunyai lebih dari tiga gerai, serta telah memberikan keuntungan selama dua tahun.
Pembagian skala usaha juga dikhawatirkan malah menimbulkan kebingungan tersendiri di pelaku usaha dan tidak memberikan manfaat yang tepat sasaran bagi pewaralaba nasional.