Bisnis.com, JAKARTA - Claudia, pegawai lulusan baru salah satu perusahaan elektronik terkemuka, suka melihat-lihat etalase di berbagai toko online. Tujuannya mamantau tren kekinian, atau sekadar menghabiskan waktu senggang. Dia bisa melakukannya di mana saja, kapan saja.
Tentunya bukan hanya Claudia satu-satunya orang Indonesia yang hobi berselancar di toko dunia maya sekadar untuk cuci mata atau memang untuk mencari barang dan jasa yang dibutuhkan. Semua bisa dilakuan pagi buta, siang bolong, sore, malam, bahkan dini hari.
Dengan jumlah pengguna internet mencapai sekitar 82 juta alias 30% dari total penduduk, Indonesia menjadi lahan subur bagi pasar e-commerce. Pada 2013 saja, transaksi belanja online di Tanah Air bahkan tercatat menembus Rp130 triliun.
Padahal, angka tersebut baru mencakup sebagian kecil dari pengguna internet di negara ini. Sebab, McKinsey pernah mencatat hanya sekitar 7% saja dari pengguna internet di Indonesia yang pernah berbelanja secara online. Bandingkan dengan China yang sudah mencapai 30%.
Meskipun demikian, e-commerce tetap merupakan pasar seksi di Indonesia. Prospeknya baik sejalan dengan terus bertambahnya pengguna ponsel pintar, semakin meluasnya penetrasi internet, dan bertumbuhnya pemakai kartu debit dan kredit di negara ini.
Belum lagi, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan juga menjadi pangsa yang prospektif bagi para pelaku usaha online. Sebab, sejak 2012 tren belanja online di Indonesia semakin merambah ke kota-kota kecil di pelosok.
Pada awalnya, 41% transaksi belanjaonline di Indonesia didominasi oleh Jakarta. Namun, saat ini dominasi Jakarta menurun ke level 22%. Itu artinya, konsumen toko online semakin luas dan dikuasai oleh pasar di luar Ibukota.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean, pasar e-commerce Indonesia juga tumbuh paling pesat. Sepanjang 2012—2015 pertumbuhannya mencapai 42%; di atas Filipina (28%), Thailand (22%), dan Malaysia (14%).
Performa transaksi belanja online yang moncer menjadikan Indonesia bidikan empuk perusahaan e-commerce berkapital besar; mulai dari IdeoSource, Rocket Internet, CyberAgent, hingga East Ventures.
Berbagai marketplace di dunia maya pun terbangun dengan eksosistem yang sangat kuat di Indonesia. Sebut saja beberapa di antaranya a.l. Tokopedia, OLX, Lazada, Zalora, Berrybenka, Bilna, Ralali, Bukalapak, VIP Plaza, dan masih banyak lagi.
Jika nilai pasar e-commerce dunia pada 2020 diteropong bakal menembus US$130 miliar, lantas seberapa besar Indonesia mampu memberi kontribusi di dalamnya? Untuk menjawabnya, terlebih dahulu kita harus tahu tren apa yang harus diantisipasi pada 2017.
LIMA TREN
Pada 2017, setidaknya terdapat lima tren yang akan berkembang pesat seiring dengan masifnya pertumbuhan bisnis e-commerce di Indoensia. Hal itu diungkapkan oleh Content Marketing Executive iPrice Group, Andrew Prasetya.
“Setiap hari saya berhadapan dengan isu mengenai belanja online di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Dengan karakteristik pasar yang ada di Indonesia, industri e-commerce akan terus berinovasi baik dari segi teknologi, logistik, dan aspek-aspek penting lain.”
Menurutnya, akan ada lima tren terkait bisnis e-commerce Indonesia pada 2017.Pertama, tren pengiriman super cepat. Dia mengatakan sebenarnya tren ini sudah mulai dirintis sejak 2016 oleh beberapa perusahaan e-commerce besar.
“Kita bisa lihat bagaimana Tokokpedia dan Bukalapak melakukan kerja sama dengan GoJek untuk melakukan pengiriman pada hari yang sama, dan Lazada dengan layanan LEX [Lazada Express],” ujarnya.
Pada 2017, kata Andrew, perusahaan e-commerce akan semakin fokus meningkatkan layanan serupa. Akan ada banyak inovasi yang dilakukan agar proses pengiriman semakin kilat dan efisien.
Selain itu, dengan bermunculannya pemain logistik berbasis aplikasi seperti Deliveree dan Etobee, kesempatan untuk memaksimalkan jasa pengiriman pun semakin terbuka lebar. Jasa pengambilan barang secara langsung seperti PopBox pun diprediksi bakal makin menjamur.
Kedua, tren memanfaatkan Robot Chat. Andrew memaparkan saat ini banyak perusahaan e-commerce yang mengembangkan divisi khususcustomer service yang tugasnya adalah untuk menangani segala macam pertanyaan yang dimiliki pelanggan.
“Karena pada dasarnya pelanggan adalah raja, sehingga kepuasan pelanggan harus selalu dijaga. Salah satunya dengan cara siap 24 jam jika ada yang bertanya mengenai produk, sistem pembayaran, sampai dengan masalah pengiriman.”
Dia menambahkan berbagai raksasa teknologi sudah mengeluarkan fasilitas seperti Google Allo, Facebook Messenger, atau Twitter Bots untuk masyarakat dalam berbelanja online. Hal itu akan menjadi tren baru di dunia e-commerce.
Ketiga, tren optimalisasi ponsel pintar. Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada 2018 jumlah pengguna ponsel pintar aktif di Indonesia diperkirakan mencapai 100 juta orang.
Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna ponsel pintar terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Pada 2016, jumlah transaksi online melalui komputer desktop masih lebih tinggi dibandingan dengan melalui ponsel pintar; yaitu 21,14 juta:12,82 juta transaksi. Namun, per Januari 2017, jumlah transaksi online melalui ponsel pinter diprediksi mengalahkan belanja online via PC.
“Perilaku masyarakat seperti ini memang menjadi peluang besar bagi sektor e-commerce untuk semakin memaksimalkan aplikasi mobile yang mereka miliki saat ini. Mulai dari optimalisasi UI dan UX, sampai promo-promo eksklusif bagi pengguna aplikasi.
Keempat, tren penggunaan kupon customer loyalty. Saat ini, 49% konsumen toko online di Indonesia mengaku mereka rela berganti merek demi mendapatkan kupon. Oleh karena itu, semakin banyak perusahaan e-commerce yang membuat berbagai jenis kupon promosi.
Tak hanya itu, perusahaan e-commerce Indonesia juga banyak yang memanfaatkan platform perbandingan harga dan kupon untuk meningkatkan penjualan dan juga pengunjung. Tahun ini, diprediksi perusahaan e-commerce akan semakin banyak membuat penawaran.
“Mulai dari penawaran kupon untuk menarik lebih banyak pelanggan berbelanja di situs mereka, kupon eksklusif di hari-hari besar perayaan keagamaan, maupun kupon khusus pengguna aplikasi akan semakin banyak bertebaran pada 2017,” ucap Andrew.
Kelima, tren opsi pembayaran lebih baik. Berdasarkan data Wall Street Journals, salah satu tantangan terbesar bisnis e-commerce di Indonesia adalah masih rendahnya penetrasi kartu debit dan kredit.
“Perusahaan-perusahaan e-commerce melihat masalah ini dan mulai menawarkan alternatif pembayaran seperti cash on delivery seperti yang dilakukan Lazada dan buka lapak, atau transfer melalui ATM.”
Melihat tren yang sudah berlangsung dan prediksi yang semakin cerah, bursa pasar online Indonesia akan semakin melenggang menjadi yang terdepan di Asia Tenggara. Tidak menutup kemungkinan bisnis tersebut akan menjadi yang terbesar di Asia, bahkan dunia.
Perilaku Belanja Online Orang Indonesia:
52% melalui ponsel pintar
48% melalui komputer desktop
88,5% konsumen menyukai belanjaonline melalui ponsel karena bisa dilakukan di mana saja
11,5% konsumen menyukai belanjaonline melalui ponsel karena mudah menggunakan aplikasi
Demografi Pencari Kupon BelanjaOnline:
-------------------------------------------------------------------
Rentang usia (tahun): Presentase (%):
-------------------------------------------------------------------
18-24 23,47
25-34 47,60
35-44 18,15
45-54 6,62
55-64 2,93
>65 1,23
-------------------------------------------------------------------
Isu Keamanan dalam Belanja Online:
-------------------------------------------------------------------
Janis masalah: Presentase (%):
-------------------------------------------------------------------
Takut akan penipuan di internet 62
Ragu melakukan transaksi online 49
Butuh adanya cybersecurity 42
Menghentikan transaksi di tengah
jalan karena merasa tidak yakin
dengan keamanan transaksi 37
-------------------------------------------------------------------
Sumber: iPrice, 2017