Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perdagangan tengah membuat kajian mengenai masuknya Indonesia dalam daftar 15 negara penyumbang defisit neraca dagang AS.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan belum ada kajian khusus yang komprehensif mengenai kemungkinan dilakukannya perjanjian dagang bilateral dengan AS. Namun, saat ini pihaknya sedang melakukan penilaian mengenai masuknya Indonesia sebagai salah satu dari 15 negara yang membuat negara itu mengalami defisit.
“Kami sudah identifikasi yang membuat dia defisit, misalnya produk manufaktur apa saja yang kita ekspor ke sana. Tetapi, dia juga produk primernya banyak yang ke kita, kayak gandum, kedelai. Nah, saya sedang coba petakan produk apa saja yang membuat dia defisit,” papar dia kepada Bisnis di sela-sela Indonesia Summit, Kamis (20/4/2017).
Ekspor Indonesia untuk sektor manufaktur utamanya adalah produk elektronik, alas kaki, tekstil dan garmen, karet dan produk turunannya, serta besi baja. Produk-produk ini tidak banyak diproduksi oleh AS.
Padahal, permintaan dari negeri Paman Sam terhadap barang-barang tersebut tergolong besar karena tingginya kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, Kasan menilai Pemerintah Indonesia tidak terlalu khawatir terhadap kebijakan itu.
“Produk yang kita ekspor ke AS kan bukan produk yang kemudian dia industrinya banyak di AS,” terang dia.
Kasan mengaku tidak tahu apakah executive order tersebut akan dibicarakan dalam pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan Wakil Presiden AS Mike Pence, yang datang ke Indonesia.
Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mengumumkan 16 negara yang menjadi penyumbang defisit neraca dagang negara itu pada akhir Maret 2017. Namun, setelah bertemu dengan Presiden Xi Jinping, Trump tidak lagi memasukkan China dalam daftar itu.
Selain Indonesia, negara lain yang masuk dalam daftar tersebut adalah Jepang, Jerman, Meksiko, Irlandia, Vietnam, Italia, Korea Selatan, Malaysia, India, Thailand, Prancis, Swiss, Taiwan, dan Kanada.
Berdasarkan data Kemendag, Indonesia mencatatkan surplus US$8,84 miliar dalam neraca dagang dengan AS pada 2016. Angka tersebut 25,29% lebih tinggi dari surplus setahun sebelumnya yang senilai US$8,64 miliar.
Tahun lalu, nilai ekspor Indonesia ke negara itu mencapai US$16,14 miliar atau tumbuh 2% dari pencapaian 2015 yang sebesar US$16,24 miliar. Adapun impor dari AS turun 10,46% menjadi US$7,29 miliar dari posisi 2015 yang sekitar US$7,59 miliar.