Bisnis.com, JAKARTA—Ketentuan mengenai penataan pasar tradisional dan pasar modern, yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, sudah memasuki tahap akhir dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
Direktur Bina Usaha Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Fetnayeti mengungkapkan revisi beleid tersebut telah rampung di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Sekarang sudah oke, sudah diparaf [oleh menteri-menteri bidang ekonomi]. Terakhir ada di Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, tapi saya tidak tahu apakah sudah dikirim ke Presiden,” tutur dia kepada Bisnis, Selasa (2/5/2017).
Proses revisi Peraturan Presiden (Perpres) tersebut sudah berlangsung setidaknya sejak 2015, tapi belum kunjung terealisasi.
Pelaku usaha ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sebelumnya meminta relaksasi ekspansi di daerah.
Berdasarkan Perpres itu, pendirian toko ritel modern harus memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Namun, saat ini baru ada sembilan daerah yang telah memunyai RDTR dari lebih 500 kabupaten/kota di Indonesia.
Pada akhir tahun lalu sebenarnya draf revisi sudah nyari rampung. Tetapi, sebelum disetujui oleh Presiden ada beberapa hal yang kembali mesti dibahas, salah satunya terkait ekonomi berkeadilan serta akses penjualan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Saat ini, perluasan jaringan ritel modern baru berkembang di wilayah barat Indonesia terutama Pulau Jawa. Padahal, potensi di daerah Indonesia Timur dinilai menjanjikan seiring dengan pertumbuhan ekonomi di area tersebut, salah satunya Sulawesi.
Pada 2016, kinerja sektor ritel Tanah Air meningkat 9% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya menjadi sekitar Rp197 triliun. (AMA)