Bisnis.com, JAKARTA - Pasar unggas nasional masih didominasi komoditi segar, sehingga produk lebih mudah rusak. Maka, produk unggas rentan gejolak harga jika terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian Surachman Suwardi menyampaikan pemerintah mendorong tumbuhnya usaha pemotongan, penyimpanan, dan pengolahan. Sehingga hasil usaha peternak tidak lagi dijual sebagai ayam segar atau telur segar, melainkan ayam beku, ayam olahan, tepung telur, atau inovasi produk lainnya.
"Kecepatan distribusi dan keseimbangan pasokan dan permintaan, menjadi faktor penting penentu harga. Sehingga intervensi pemerintah perlu dilakukan dari hulu hingga hilir," katanya seperti dikutip dalam keterangan resmi pada Rabu (10/5)
Pemerintah melakukan intervensi dari hulu ke hilir agar tidak terjadi gejolak harga menjelang Ramadhan. Dari hulu, pemerintah mengatur distribusi DOC-FS, penerapan sertifikat bibit yang beredar, serta menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan ayam broiler.
Sementara bagi peternak layer, pemerintah mengatur segmentasi usaha dengan merevisi Permentan 61 Tahun 2016, dimana sebagian besar usaha budidaya diperuntukkan bagi peternak sebesar 88%. Sedangkan yang dilakukan integrator dan pelaku usaha mandiri dengan kapasitas kandang minimal 300.000 ekor sebesar 12%.
Di sisi hilir, pemerintah mengatur harga acuan live bird, karkas, dan telur ayam di tingkat peternak dan konsumen. Selain itu, pengawasan terhadap implementasi Keputusan Menteri Pertanian tentang penyesuaian DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer, dan FS ayam layer produktif, terus dlakukan.
Pemerintah menghimbau perusahaan yang memiliki Rumah Pemotongan Ayam (RPA), telah melakukan penyimpanan dengan fasilitas cold storage. Saat ini kemampuan penyimpanan cold storage masih terbatas, yakni 15%-20% dari total produksi.
"Dengan demikian, kami memiliki keyakinan harga ayam dan telur pada bulan puasa dan perayaan hari raya Idul Fitri akan terkendali," imbuhnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Jemmy Wijaya sebelumnya menyampaikan Kementerian Pertanian memang telah merekomendasikan perusahaan untuk masuk ke bisnis tepung telur. Namun, perusahaan masih mempelajari bagaimana bisnis tepung telur agar tidak merugi, seperti yang sudah dilakukan di Thailand.
"Kami sudah cek, termasuk kami sudah memiliki mesin di Thailand. Namun, kami masih mempelajari bagaimana mereka melakukan itu. Karena bagaimanapun perusahaan tidak bisa merugi," katanya kepada Bisnis di Bogor, beberapa waktu lalu.
Diakuinya, Kementerian Pertanian juga menjanjikan impor tepung telur akan ditutup jika ada perusahaan yang mau menggarap industri tepung telur. "Kementan bilang nanti impornya ditutup. Ya kalau ditutup, kalau tidak? Setahu saya angkanya (impor) kecil," imbuhnya.