Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpacu Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pensiun Indonesia Naik

Skor indeks sistem pensiun Indonesia terus bergerak naik selama lima tahun berturut-turut menjadi 49,9 pada tahun ini.
Ilustrasi./.arsip.ubaya.ac.id
Ilustrasi./.arsip.ubaya.ac.id

Bisnis.com, JAKARTA— Skor indeks sistem pensiun Indonesia terus bergerak naik selama lima tahun berturut-turut menjadi 49,9 pada tahun ini.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Melbourne Mercer Global Pension Index 2017 pada Rabu (25/10/2017), skor indeks pensiun naik dari 48,3 menjadi 49,9 pada 2017 seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang memacu peningkatan inklusi keuangan di Indonesia.

Dengan nilai indeks 49,9, Indonesia hanya kurang 0,1 poin untuk naik ke kategori C sehingga posisinya masih berada di kategori negara D. Indonesia dipandang perlu untuk memperbaiki sistem pensiun, terutama pada aspek kecukupan manfaat pensiun.

”Meskipun skor Indonesia secara konsisten terus merangkak naik selama lima tahun terakhir, masih ada banyak pekerjaan yang mesti diselesaikan untuk memperbaiki sistem pensiunnya,” kata Health & Wealth Business Leader, Mercer Indonesia, I Gde Eka Sarmaja, Rabu (25/10).

Adapun, Eka menyebutkan perbaikan bisa dilakukan dengan memberikan tunjangan minimum bagi warga lanjut usia dengan status ekonomi rendah di Indonesia, menaikkan jumlah program pensiun bagi kalangan pekerja, dan memperbaiki ketentuan perundangan untuk sistem pensiun swasta.

Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia No.13 Tahun 2013 telah menetapkan pemberian minimum untuk manfaat pensiun. Tetapi,  sebagian besar dari kewajiban tersebut saat ini tidak memiliki pendanaan yang mencukupi sehingga membuat penduduk berisiko tidak menerima pendapatan pensiun yang diharapkan nantinya.

Tak hanya itu, dia menilai pemerintah perlu mengkaji untuk menaikkan kisaran usia pensiunan sejalan dengan terus meningkatnya angka usia harapan hidup di Indonesia dan diperpanjangnya kisaran usia produktif penduduk Indonesia.

Dari 30 negara yang masuk dalam laporan ini, Indonesia berada di peringkat 20 besar yakni di posisi 17. Secara regional Asia Tenggara, posisi Indonesia masih berada di bawah Singapura dan Malaysia.

Dalam jangka panjang, China, India, Indonesia, Irlandia dan Malaysia diprediksi mendapatkan kenaikan skor signifikan karena potensi pertumbuhan ekonomi yang diyakini meningkat selama tiga tahun mendatang.

Sementara itu, negara dengan aset pensiun yang besar dan kewajiban kontribusi yang tinggi tetapi pertumbuhan ekonominya rendah misalnya Kanada, Denmark dan Belanda diprediksi mengalami penurunan skor indeks pensiun dalam jangka tiga tahun ke depan.

INDEKS DUNIA

Indeks Pensiun Global Mercer Melbourne 2017 kembali menempatkan Denmark pada posisi puncak dalam kurun waktu 6 tahun terakhir dengan total indeks 78,9, diikuti oleh Belanda dan Australia dengan total nilai masing-masing 78,8 dan 77,1.

Selain itu, indeks ini juga baru saja menempatkan dua negara yang baru yakni Norwegia dan Selandia Baru yang mencapai nilai indeks total yang cukup menyakinkan yaitu masing-masing 74,7 dan 67,4.

Laporan ini menyatakan kedua negara tercatat memiliki struktur dan fitur sistem pensiun yang baik, tetapi masih mempunyai beberapa kelemahan yang perlu ditangani. Kolombia, dengan nilai total indeks 61,7, tercatat memiliki sistem dengan beberapa fitur bagus, tetapi juga teridentifikasi beberapa risiko dan kekurangan yang perlu ditangani.

“Sejumlah negara dengan sistem pensiun tak berkesinambungan perlu mencontoh negara lain yang sudah memiliki sistem lebih baik, jika tidak ingin menghadapi resiko munculnya masalah kesetaraan antar generasi dan menuai kekecewaan bagi para pensiunan,” ucap President of Health and Wealth Mercer, Jacques Goulet.

Dia mencatat meningkatnya usia harapan hidup dan hasil imbal investasi yang rendah memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap kemampuan sistem pensiun di duia untuk menyediakan manfaat pensiun yang memadai.

Goulet mengatakan Jepang, Austria, Italia dan Perancis adalah sederet negara ekonomi maju yang tidak menerapkan sistem pensiun berkelanjutan untuk menyokong generasi masa kini dan masa depan di hari tua mereka.

“Hal ini disebabkan oleh perpaduan beberapa faktor, termasuk kurangnya aset yang disisihkan demi keperluan di masa yang akan datang, rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja usia lanjut, dan perubahan demografis yang signifikan di dalam populasi penduduk berusia lanjut,” ujarnya.

Jika dibiarkan begitu saja, dia mengungkapkan sistem ini dapat menimbulkan tekanan sosial dalam masyarakat akibat distribusi manfaat pensiun yang tidak merata antar generasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper