Bisnis.com, JAKARTA - Larangan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan berlaku efektif mulai 1 Januari 2018. Seiring dengan itu, Kementerian Pertanian memperketat pengawasan terhadap integrator dan peternak mandiri dan menyiapkan sanksi bagi yang melanggar.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita menegaskan bahwa tidak ada lagi penggunaan antibiotik pada pakan ternak mulai 2018. Bagi yang melanggar, kata dia, pemerintah tidak segan mencabut izin operasinya.
Larangan penggunaan antibiotik sebagai imbuhan pakan tertuang dalam Pasal 16 Permentan No 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan. Pasal 17 menjelaskan percampuran obat hewan dalam pakan untuk terapi sesuai dengan petunjuk dan di bawah pengawasan dokter hewan.
Beleid larangan tersebut mengacu pada UU No 41/2014 Jo. UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan.
Ketut menambahkan larangan penggunaan antibiotik telah disosialisasikan dan berlaku sejak Permentan itu terbit pada Mei kemarin. Selanjutnya, pengawasan dan penindakan bagi yang melanggar akan dilakukan mulai 2018.
"[Sanksi] sangat ketat. Bila perlu saya cabut izinnya. Sebab, pemerintah telah melakukan pendekatan dengan Asohi [Asosiasi Obat Hewan Indonesia] dan integrator agar lebih disiplin," kata dia usai konferensi pers terkait kampanye global The World Antibiotic Awareness Week, Rabu (8/11/2017).
Selain diberikan dalam pakan ternak sebagai pemacu pertumbuhan, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Syamsul Ma'arif mengatakan pemberian antibiotik kepada ternak unggas lazim diberikan lima hari sebelum masa panen untuk mengurangi resiko kematian. Peternak biasanya mencampurkan ke air minum ternak.
Syamsul menyampaikan resiko kematian unggas dapat diantisipasi melalui penerapan biosekuriti tiga zona diantaranya dengan memisahkan zona kontaminasi tinggi dan aman. Dengan demikian, resiko kematian ternak unggas pada proses pengiriman dapat ditekan.
"Pemerintah telah melakukan pilot survey di Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Jabodetabek pada peternak yang tidak memberikan antibiotik pada ternaknya. Hasilnya, pertumbuhan naik 20%. Memang pada awalnya ada kerugian, tetapi jika berkelanjutan justru memberikan keuntungan," kata dia.