Bisnis.com, JAKARTA - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia meminta pemerintah tidak buru-buru menetapkan harga acuan untuk cabai setelah melonjaknya harga komoditas itu.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri meminta pemerintah menelaah terlebih dulu tentang rencana untuk memberikan harga acuan kembali pada cabai. Pasalnya pada 2016 melalui peraturan menteri perdagangan (permendag), cabai sempat masuk daftar harga acuan yang ditetapkan pemerintah.
“Cabai rawan untuk rusak. Apalagi jika iklim tidak bersahabat membuatnya sulit bertahan lama. Sulit pendistribusian jika hujan. Makanya harus ada perlakuan khusus untuk cabai dan bawang,” kata dia kepada Bisnis., Selasa (3/1/2018)
Menurutnya harga acuan akan membuat para petani kesulitan dalam menentukan harga. Apalagi mereka harus bersaing dengan para pedagang lainnya di pasar. Bahkan harga tinggi pun tak menjamin masyarakat tetap membeli komoditas itu.
Jika ditelurusi melalui Permendag Nomor 63/2016 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, harga pembelian cabai petani untuk cabai merah besar atau kriting yaitu Rp15.000/Kg, sedangkan cabai rawit merah Rp17.000/Kg.
Beleid tersebut juga mengatur tentang harga acuan penjualan konsumen untuk cabai merah besar dan kriting yakni Rp28.500/Kg dan cabai rawit merah Rp29.000/Kg. Namun cabai keluar dari daftar acuan bahan pokok setelah Kementerian Perdagangan mengeluarkan Permendag Nomor 27/ 2017.
Sementara saat ini menurut catatan Ikkapi, cabai rawit merah di pasaran berada di angka Rp57.000/Kg; cabai rawit hijau Rp38.000/Kg’ cabai merah besar Rp40.000/Kg dan cabai kriting tembus Rp42.500/Kg. Angka ini berbeda jauh dengan yang pernah ditetapkan sebelumnya.
“Jadi tidak bisa diprediksi harga cabai karena cuaca yang tidak menentu,” pungkasnya.
Pihaknya menilai petani cabai belum siap untuk dilakukan penetapan harga acuan bahan pokok. Apalagi saat ini belum ada pemetaan untuk kebun di komoditas tersebut. Adapun untuk penetapan acuan harga tidak dapat dipertanggung awabkan, akibat belum adanya perkiraan yang memadai lantaran tidak ada pemetaan terlebih dulu.
“Kalau itu [pemetaan harga] tidak dilakukan maka akan sulit ditentukan harga acuan. Fokus saja pada komoditas besar yang memang komoditas itu bisa diambil alih oleh Bulog, tapi kalau seperti cabai harus evaluasi,” tukasnya.
Di samping itu, sebelum membuat acuan harga untuk cabai, pemerintah harus menjelaskan sejumlah strategi tani seperti tentang produksi dan distribusi cabai. Kemudian mengenai pembibitan di wilayah bercuaca buruk. Ikkapi menilai jikapun aturan acuan harga cabai dilakukan, semestinya mengajak petani cabai termasuk BMKG untuk mengambil solusi tepat.