Bisnis.com, JAKARTA—Pembangunan klaster baja di Batu Licin, Kalimantan Selatan diperkirakan baru dimulai pada 1 tahun hingga 2 tahun mendatang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pengembangan klaster baja tersebut masih dalam tahap persiapan. Klaster baja Batu Licin akan menambah pusat produksi baja selain klaster Cilegon dan klaster Morowali.
Klaster baja Cilegon bakal memproduksi 10 juta ton baja karbon pada 2025, sedangkan klaster Morowali memproduksi stainless steel sebesar 3,5 juta ton pada 2020.
"Untuk tahap awal ditargetkan nanti bisa produksi 3 juta ton, sedangkan secara keseluruhan diharapkan sampai 6 juta ton," ujarnya di Jakarta, Selasa (17/4).
Pembangunan klaster baja tersebut rencananya dilakukan oleh investor asal China Shenwu Technology Group Corp. Co, Ltd. menggandeng partner lokal, yaitu PT Gunung Garuda. Klaster baja Batu Licin rencananya berdiri di atas lahan seluas 955 hektare.
Pabrik baja terpadu ini diproyeksi akan menyerap tenaga kerja sebanyak 10.000 orang. Saat ini sudah ada industri baja yang beroperasi, yaitu PT Meratus Jaya Iron and Steel serta dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan feri.
Direktur Industri Logam Kemenperin Doddy Rahadi menuturkan karakter industri logam berbeda dengan industri lain. Industri ini merupakan industri yang lahap energi, membutuhkan teknologi tinggi, padat modal, dan merupakan pemasok bahan baku ke industri antara dan industri hilir.
Menurutnya, pemerintah berencana membangun klaster baja di kawasan Batu Licin karena industri ini berpotensi memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan memberikan dampak berganda bagi aktivitas ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa dan pada akhirnya akan menjadi faktor pendorong bagi peningkatan daya saing ekonomi nasional. Selain itu, kebutuhan baja domestik juga belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh produsen dalam negeri.
"Pembangunan untuk klaster baja di Batu Licin masih dalam tahap awal yaitu masih pematangan lokasi oleh PT Gunung Garuda, sedangkan desain pabrik tersebut on progress oleh Shenwu Corporation," ujar Doddy.
Sebelumnya, Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Harjanto menuturkan di wilayah Batu Licin terdapat batu bara dan pasir besi yang lebih rendah kualitasnya dibandingkan dengan hasil impor. Investor asal China tersebut memiliki teknologi yang dapat memanfaatkan batu bara dan pasir besi rendah kualitas.
"Mereka mau investasi karena potensi pasar di Asean dan di Indonesia masih besar. Produknya nanti carbon steel, kami harap bisa sampai produk hilir," ujarnya.
Terkait investasi, Harjanto tidak menyebutkan secara pasti. Namun, dia menggambarkan investasi Krakatau Posco untuk pabrik baja berkapasitas sama beserta pembangkit listrik mencapai sekitar US$3 miliar.
Djamaludin, Komisaris Utama PT Gunung Gahapi, Gunung Steel Group, menuturkan rencana ekspansi di kawasan Batu Licin telah dimulai saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Dia menuturkan pengembangan klaster baja di wilayah tersebut menemui tantangan, yaitu terkait ketersediaan tenaga teknisi.
"Kalimantan kan agak sepi, mau kirim teknisi enggak gampang, enggak kaya China yang di pelosok ada. Kami sudah beli tanah di sana, pengembangan ini akan lanjut. Kami cinta industri baja," katanya.