Bisnis.com, JAKARTA—Permintaan baja nirkarat atau stainless steel ke Amerika Serikat meningkat tajam pada Maret 2018. Diduga, kenaikan ini disebabkan karena pemerintah Negara Paman Sam terus menghidupkan kembali industri domestik.
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis ekspor besi dan baja pada Maret 2018 yang meroket menjadi 35 juta ton dari 2,13 juta ton pada bulan sebelumnya. Adapun, jenis besi/baja yang mengalami kenaikan paling tinggi adalah produk setengah jadi dari stainless steel dengan penampang silang empat persegi panjang (selain bujur sangkar) dengan kode HS 72189100.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonathan Handojo mengatakan kenaikan permintaan stainless steel tersebut seiring dengan peningkatan harga nikel yang menjadi bahan baku produk tersebut.
“Kenaikan permintaan stainless steel ke Amerika Serikat bisa jadi karena kebijakan ekonomi pemerintah negara tersebut membuat industri yang sementara setengah mati, dihidupkan kembali. Kebijakan presiden Amerika Serikat saat ini kan ingin memproteksi industri dalam negerinya,” ujarnya belum lama ini.
Dengan demikian, banyak pabrik yang membutuhkan peralatan baru berbahan stainless steel untuk menunjang produksi. Menurut Jonathan, stainless steel di Indonesia memiliki kualitas yang baik karena diolah dari nickel pig iron (NPI).
Komposisi stainless steel pada umumnya terdiri dari nikel 8%, besi 85%, dan sisanya chrome. Namun, apabila menggunakan NPI, maka besi tidak diperlukan lagi sehingga produk yang dihasilkan lebih bersih dan tidak banyak menghasilkan debu saat diproduksi.
“Oleh karena itu banyak investor, terutama asal China, yang membangun smelter di Indonesia karena pada 2009 ada UU Minerba Nomor 4/2009 yang melarang ekspor mineral mentah,” jelasnya.