Bisnis.com, JAKARTA - Keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) harus menjadi fasilitas bagi calon pekerja migran untuk memperkaya kapasitas dirinya. BLK harus bisa memastikan para calon pekerja migran menerima pembekalan, pendidikan dan pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan bidang pekerjaan mereka dan juga negara tujuannya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, BLK jangan sampai menjadi penghambat bagi para calon pekerja migran. Untuk itu, sebaiknya persyaratan dan biaya yang dikenakan untuk mengikuti BLK harus ditetapkan semudah dan semurah mungkin. Hal ini dilakukan supaya para calon pekerja migran tidak diberatkan dengan hal-hal yang bersifat administatif.
“Supaya bisa bersaing dengan pekerja migran dari negara lain, pekerja migran Indonesia harus punya skill dan kempuan berbahasa asing yang bagus. BLK harus menjadi fasilitas dan sumber peningkatan kapasitas bagi pekerja, jangan menghambat proses. Kalau menghambat, dikhawatirkan akan muncul para calon pekerja migran akan menempuh jalan illegal untuk bekerja di luar negeri,” ungkap Imelda dalam siaran persnya.
CIPS meminta pemerintah untuk memperhatikan beberapa hal terkait persyaratan mengikuti BLK, seperti durasi waktu pelatihan, biaya pendaftaran untuk pelatihan, prosedur pendaftaran, waktu pendaftaran dan kurikulum yang diajarkan selama menjalani pelatihan. Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, proses-proses yang dimaksudkan harus dibuat semudah mungkin dan semurah mungkin.
Rata-rata, proses pendaftaran bagi para calon pekerja migran yang akan bekerja di sektor formal menghabiskan waktu sekitar satu bulan. Sedangkan untuk mereka yang akan bekerja di sektor informal menghabiskan waktu sekitar tiga sampai empat bulan. Durasi yang panjang dan kerumitan dalam proses pendaftaran inilah yang seringkali menyebabkan mereka kehilangan potensi pendapatan dan mendorong mereka menempuh jalan illegal.
Saat ini terdapat sekitar 8.039 lembaga pelatihan kerja, milik pemerintah maupun swasta. Sebanyak 14 di antaranya adalah BLK milik Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), 261 BLK milik pemerintah (provinsi, kabupaten dan kota).
Peran para pekerja migran dalam bidang ekonomi memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Remitansi yang mereka hasilkan, lanjut Imelda, mencapai Rp 37 triliun setiap tahunnya. Remitansi ini berdampak signifikan dalam mengurangi kemiskinan dan mendukung adanya investasi di bidang pendidikan, infrastruktur, kewirausahaan dan lain-lain di daerah terpencil di Tanah Air yang masyarakatnya berpenghasilan rendah.