Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,2% dari proyeksi awal tahunnya sebesar 5,3%. Koreksi ini memperkuat asumsi perlambatan laju pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Rodrigo A. Chaves, Country Director World Bank Indonesia mengungkapkan koreksi ini seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan arus perdagangan yang menurun dari level tertingginya.
"Pertumbuhan PDB Indonesia diproyeksikan mencapai 5,2% pada 2018," ujarnya pada Rabu (6/6/2018) di Main Hall, Bursa Efek Indonesia, Jakarta Pusat.
Proyeksi ini sejalan dengan proyeksi yang sebelumnya disampaikan Bank Indonesia yang mematok pertumbuhan ekonomi pada 2018 hanya akan mencapai 5,2%. Angka tersebut berada di kisaran tengah proyeksi Bank Indonesia (BI) yang sebesar 5,1%--5,5%.
Chaves memperkirakan juga akan penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari tahun lalu sebesar 3,8% menjadi 3,5%. Penurunan ini disebabkan biaya impor minyak mentah yang lebih tinggi dan pelemahan mata uang.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang diundang sebagai pembicara akhir mengungkapkan apresiasi terhadap apa yang disampaikan Bank Dunia.
"Saya mengapresiasi apa yang dilakukan Bank Dunia, saya juga berharap kerja baik ini dapat diteruskan dan kolaborasi dapat dilanjutkan," ungkapnya.
Sri Mulyani sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada 2018 ini akan berada di kisaran 5,18%--5,4%.
Dia menggarisbawahi kebijakan fiskal Amerika yang berdampak pada ekonomi global dan menjadi sumber perlambatan ekonomi dunia.
Menkeu mengungkapkan ada 3 isu global yang patut diperhatikan, yakni normalisasi ekonomi Amerika Serikat, kesepakatan antara negara-negara anggota G-20, serta ketidakstabilan ekonomi beberapa negara berkembang.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan suku bunga The Fed mungkin naik hingga 4 kali sampai akhir tahun ini. Hal ini jelas akan memberikan dampak pada penguatan dolar Amerika dan ekonomi dunia terguncang.
Ketidakpastian ini ditambah kesepakatan negara anggota G-20 yang tidak tercapai, pada April lalu. Ini dipicu tidak konsistennya sikap Amerika dalam pertemuan terkait.
Dia meneruskan, akibat dari ketidakpastian ini negara-negara emerging market terdampak langsung."Venezuela misalnya, yang hutangnya jadi cukup banyak dalam waktu singkat, hingga mereka terdampak signifikan, situasi inilah yang dihadapi," imbuhnya.
Menurutnya, angka yang dikeluarkan Bank Dunia masih dalam batas kewajaran mengingat pertumbuhan ekonomi global yang melambat.