Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurs Rupiah Anjlok, Apindo Wanti-Wanti Risiko PHK hingga Inflasi

Industri yang bergantung pada impor akan mengalami tekanan saat nilai tukar rupiah melemah. Dikhawatirkan muncul risiko PHK.
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). / Bisnis-Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di Dolar Asia Money Changer, Jakarta, Senin (18/7/2022). / Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo meyakini anjloknya kurs rupiah beberapa waktu belakangan bisa mengakibatkan PHK hingga semakin tingginya inflasi.

Ketua Komite Kebijakan Ekonomi Apindo Aviliani meyakini industri yang sangat berdampak atas pelemahan nilai rupiah adalah yang bergantung pada impor. Dengan pelemahanan rupiah, biaya impor semakin mahal.

Akibatnya, industri tersebut semakin tidak bisa kompetitif. Dampak terburuknya, perusahaan melakukan efisiensi.

"Nah efisiensi ini yang biasanya akibatnya ke PHK, lalu ke berbagi hal yang supaya mereka bisa survive [bertahan]. Kalau enggak survive, akhirnya mereka kan naikin harga barang. Jadi inflasi juga bisa terjadi karena pelemahan rupiah," ungkap Aviliani dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

Lebih lanjut, dia menilai ketergantungan Indonesia terhadap portofolio di pasar keuangan menjadi penyebab utama anjloknya kurs rupiah beberapa waktu belakangan.

Aviliani meyakini nilai tukar rupiah masih sangat tergantung dengan portofolio seperti saham, obligasi, dan sejenisnya.

"Sehingga ketika ada yield [imbal hasil] yang menarik di AS [Amerika Serikat] atau insentif yang menarik di AS, rupiah cenderung melemah," ujarnya.

Oleh sebab itu, dia menyarankan agar pemegang kepentingan memaksimalkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk menstabilkan kurs rupiah. Menurutnya, selama ini nilai DHE cenderung rendah dibandingkan impor.

Aviliani menekankan pentingnya dukungan pemerintah ke sektor bisnis yang berbasis ekspor. Terutama, sambungnya, dukungan dari wilayah hulu.

"Kita ini seringkali melupakan hulu. Artinya ada industri tapi [bergantung] impor," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper