Bisnis.com, JAKARTA - Kapten kapal buronan Interpol FV STS-50 telah ditetapkan sebagai terpidana, setelah menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Sabang, Provinsi Aceh pada Kamis (2/8).
Keputusan itu merujuk pasal 97 ayat (1) Undang-undang Perikanan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sabang, sehingga kapten kapal FV STS-50 Matveev Aleksandr dijatuhi pidana denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain itu, hakim juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain kapal FV STS-50 beserta peralatannya seperti GPS, kemudi, alat komunikasi dan navigasi, serta alat tangkap
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan, putusan ini merupakan bukti kemenangan negara melawan illegal fishing, serta dalam menggalang kerjasama antar instansi. Menteri Susi sangat mengapresiasi kerja keras rekan-rekan aparat penegak hukum di Sabang, antara lain jajaran LANAL Sabang, Kejaksaan Negeri Sabang dan Pengadilan Negeri Sabang, atas kerja keras dan integritas selama menangani perkara tersebut.
“Kalian telah menjadi ujung tombak terakhir daripada penegakkan hukum yang akhirnya bisa menyita kapal STS-50 untuk kepentingan negara dan juga untuk tentunya tim kru daripada KRI Simeuleu 2 yang telah gagah berani menghentikan, memeriksa dan membawa kapal STS-50 menuju pintu penyidikan, hingga pintu penuntutan. Dan majelis hakim yang telah memutuskan barang ini disita oleh negara,” jelasnya melalui video conference di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, pada Jum’at (3/8) seperti dikutip dari siaran persnya.
“Apa yang telah terjadi hari ini, atas keputusan hari ini, adalah bukti bahwa kita harus kerjasama lintas negara dalam menyelesaikan persoalan-persoalan seperti ini. Illegal fishing bukanlah sekedar pencurian ikan. Namun mereka juga mengabaikan kedaulatan atas sumber daya alam dari berbagai negara juga di wilayah konservasi di lau antartik kita, yang mana itu juga dibutuhkan oleh dunia,” tambahnya.
Menteri Susi juga menuturkan, putusan yang dibuat oleh Majelis Hukum PN Sabang merupakan langkah tepat untuk menunjukkan bahwa penegakan hukum di Indonesia berjalan dengan baik. Keputusan ini juga membuktikan Indonesia adalah negara yang memiliki integritas tinggi, dari sisi aparat maupun sisi penegakkan hukum. Itu membuktikan bahwa Indonesia tidak bisa untuk dibawa main-main.
Dalam kesempatan yang sama, Plt.Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo, mengungkapkan jika kapal tersebut sudah dinyatakan inkracht, rencananya akan dijadikan sebagai monumen peringatan perlawanan terhadap transnasional organized crime. Sebelumnya, sudah ada FV Viking, kapal yang terlibat illegal fishing dan dimonumenkan di Pangandaran, Jawa Barat.
"Saya harap dapat dijadikan monumen peringatan perlawanan terhadap transnasional organized fisheries crime. Monumennya bisa dalam keadaan diam atau bergerak, dijadikan campaign vessel, dikasih tulisan kapal yang ditangkap karena illegal fishing," ujarnya.
Sebagai infromasi, FV STS-50 merupakan kapal buronan Interpol, yang telah terafiliasi dengan perusahaan bernama Red Star Company Ltd yang berdomisili di Belize. Negara tersebut adalah negara yang sering kali digunakan oleh perusahaan pelaku kejahatan terorganisisr sebagai modus operansi penggelapan identitas pemilik manfaat. Pemilik kapal ini diduga kuat warga negara Rusia yang memiliki kantor di Korea Selatan dan melakukan beberapa transaksi bank di New York.
Kapal ini telah melakukan IUU fishing di wilayah perairan kutub selatan yang pengelolaan perikanannya berada di bawah Convention for the Conservation of Antartic Marine Living resources (CCAMLR) dan mendaratkan hasil tangkapannya di beberapa negara di Asia.
Bahkan kapal ini diketahui memalsukan jenis spesies ikan yang ditangkap, serta 2 kali lari dari wilayah hukum sebuah negara saat masih dalam proses pemeriksaan, yaitu di Mozambique dan China. Dalam operasinya kapal ini telah mengklaim setidaknya 8 kebangsaaan. Bendera kebangsaan yang terakhir mereka klaim adalah Togo, dan telah disangkal oleh pemerintah Togo.
Kapal ini ditangkap pada Kamis, 5 April 2018 di sekitaran 60 mill dari sisi Tenggara Pulau Weh, Sabang, provinsi Aceh dan merupakan hasil kerjasama antara Satgas 115, KKP, TNI AL dengan Interpol dan NGOs internasional seperti I Fish dan Sea Sheppard.