Bisnis.com, JAKARTA—Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat turut berdampak pada industri grafika dalam negeri.
Ahmad Mughira Nurhani, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), mengatakan sebagian besar bahan baku industri percetakan masih diimpor, seperti alkohol, plat, dan tinta, sehingga tren pelemahan rupiah terasa bagi para pengusaha. Selain itu, harga kertas saat ini juga dalam tren kenaikan.
“Tantangan saat ini dolar AS naik yang berpengaruh ke harga percetakan,” ujarnya Kamis (25/10/2018).
Mughi menambahkan dengan fluktuasi nilai tukar, para pengusaha grafika pun tidak berani memberikan penawaran harga untuk jangka panjang. Harga yang ditawarkan, lanjutnya, hanya berlaku untuk 2 hari.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan surat suara pemilihan presiden mendatang, PPGI telah berbicara kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Perindustrian, dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) untuk menetapkan harga kertas di tengah gejolak nilai tukar dan tren harga kertas yang naik.
Pengusaha, katanya, jangan sampai dibebani apabila harga kertas mengalami kenaikan saat tender dimulai pada November—Desember 2018 dan di atas harga yang telah ditetapkan oleh KPU.
“APKI sepakat memberikan harga Rp16.000 per kilogram untuk HVS 80 gram dengan kecerahan 85%. Harganya di-lock, walaupun dolar naik sampai Rp17.000. Kami khawatir kalau tidak di-lock dan pada saat tender dolar dan harga kertas naik, malah pengusaha percetakan tidak ada yang mau mencetak,” katanya.
Pada tahun ini, asosiasi berharap pasar industri percetakan dalam negeri bisa naik setidaknya sebesar 5%. Pada tahun lalu, nilai bisnis percetakan buku dan majalah diperkirakan sekitar Rp6 triliun.