Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengakui masih ada permasalahan struktural dalam perekonomian Indonesia, yakni terkait kemudahan berusaha.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), neraca transaksi berjalan Indonesia masih dalam keadaan defisit. Hingga semester I/2018, defisit transaksi berjalan tercatat mencapai 3% dari PDB.
Selain itu, data terbaru Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi pada kuartal III/2018 turun 1,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro menuturkan kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia sudah defisit sejak dulu, sehingga kondisi ini dinilai bukan hanya sebagai dampak dari tekanan ekonomi global. Dia juga menampik adanya permasalahan struktural dalam defisit tersebut.
Menurut Bambang, realisasi investasi lah yang masih memiliki permasalahan struktural dan hal itu diwujudkan dengan realisasi investasi yang lebih rendah.
"Investasi sebagian mungkin struktural, lebih ke masalah kemudahan izin dan segala macam," tuturnya kepada Bisnis di DPR, Selasa (30/10/2018).
Bambang melanjutkan faktor pengurusan perizinan yang belum lancar atau masih ada ketidakpastian realisasi menjadi kendala struktural dalam investasi.
Adapun faktor perlambatan lainnya adalah banyak investor yang menahan realisasi investasinya mendekati musim pemilihan umum (Pemilu), yang akan digelar pada tahun depan.
"Seperti biasa, sebagian lebih karena menjelang Pemilu, laju investasi menurun. Itu biasa saat Pemilu," imbuhnya.
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) periode kuartal III/2018 mencapai Rp173,8 triliun. Angka ini mengalami penurunan sebesar 1,6% apabila dibandingkan dengan periode kuartal III/2017 yang senilai Rp176,6 triliun.
Namun, capaian investasi selama Januari-September 2018 untuk PMDN dan PMA menyentuh Rp535,4 triliun atau naik 4,3% secara year-on-year (yoy) dari sebelumnya Rp513,2 triliun.