Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Kementerian Pertanian meminjam jagung ke pihak swasta demi memenuhi kebutuhan dalam negeri dinilai berpotensi negatif bagi iklim investasi Indonesia.
Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan pemerintah untuk meminjam jagung kepada pihak swasta dapat menjadi bumerang terhadap iklim investasi di Indonesia.
"Iya. Jadi orang yang mau investasi di peternakan akan berpikir, bagaimana mau punya kepastian akan suplai dari pakan. Kalau pakannya tidak tercukup, kemudian ternaknya mati, siapa yang menanggung," ujar Enny dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (29/11).
Enny mengatakan, kebijakan untuk meminjam jagung dari pihak swasta bukan sesuatu hal yang lazim. Namun, hal itu terpaksa dan harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam hal ini peternak unggas. Karena kelangkaan dan mahalnya harga jagung di pasaran.
Senada dengan Enny, Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, peminjaman jagung ke pihak swasta adalah hal yang kurang tepat. Bukan saja karena sebelumnya Kementan mengklaim ada surplus 12,98 juta ton jagung, tapi peminjaman juga dinilai tidak sehat untuk pihak swasta dan dunia investasi.
“Para investor tentu akan melihat dan mengevaluasi setiap kebijakan-kebijakan yang dibuat Kementan atau pemerintah. Membiarkan kenaikan bahan baku pakan dan malah meminjam untuk kebutuhan peternak," katanya.
Dijelaskan Anton, jika swasta meminjamkan aset produksinya sebanyak 10.000 ton atau 10 juta kilogram, maka dengan kisaran harga Rp5.000 per kilogram saja, ada dana Rp 50 miliar yang dipinjamkan dari swasta ke pemerintah.
Sebelumnya dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman kerap menyampaikan adanya surplus jagung dengan jumlah hampir 13 juta ton. Namun belakangan Kementerian Pertanian nyatanya tidak mampu menghadirkan stok jagung yang cukup untuk para peternak, sebagai pakan.
Kementan lantas memilih meminjam jagung dari 2 perusahaan pakan ternak besar (feedmill), yaitu Charoen Pokphand, dan Japfa, sebanyak 10 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan peternak.
Peminjaman ini sendiri dikatakan oleh Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak (Dirbitpro) Kementan, Sugiono. Ia mengungkapkan, pinjaman masing-masing sebanyak 5 ribu ton kepada tiap feedmill tersebut dikarenakan memang sudah ada kekurangan jagung di lapangan. Sementara itu, impor jagung yang direkomendasikan Kementan membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai ke Tanah Air.