Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank memperkirakan ekonomi negara berkembang Asia tumbuh sesuai dengan perkiraan pada tahun ini dan tahun depan ditopang oleh kokohnya permintaan domestik dan menyusutnya tekanan inflasi.
Namun demikian, ADB mengingatkan, meningkatnya proteksionisme dagang tetap menjadi risiko ke arah negatif (downside) untuk kawasan Benua Kuning.
Dalam Asian Development Outlook (ADO) Supplement edisi Desember 2018 yang dipublikasikan pada Rabu (12/11/2018), ADB mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk kawasan Asia sebesar 6,0% dan 5,8% masing-masing pada tahun ini dan tahun depan, atau tidak berubah dari perkiraan sebelumnya dalam ADO September.
Sementara dengan mengecualikan negara-negara industri baru, kawasan Asia tetap dapat tumbuh sebesar 6,5% dan 6,3% pada tahun ini dan tahun depan, juga tidak berubah dari perkiraan sebelumnya.
Akan tetapi, institusi yang berbasis di Manila, Filipina, tersebut mencaatat berdasarkan perkembangan belakangan ini, risiko untuk prospek pertumbuhan ekonomi di kawasan negara berkembang Asia masih mengarah ke area negatif (downside).
Adapun yang menjadi risiko downside yang terbesar, menurut ADB, tetap berasal dari eskalasi tensi dagang antara Amerika Serikat dan China.
“Pada 1 Desember, para pemimpin AS dan China sepakat untuk menahan tarif baru apapun selama 90 hari sambil membuka kesempatan negosiasi bilateral—yang mana membuka peluang besar bagi pebisnis untuk melakukan perdagangan di-muka (frontloading),” tulis ADB, Rabu (12/12/2018).
Namun demikian, Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada menilai, gencatan senjata perang dagang yang disambut baik tersebut tidak akan cukup untuk meredakan ancaman risiko di depan.
“Konflik yang belum terselesaikan tetap menjadi risiko downside untuk prospek ekonomi di kawasan [Asia],” ujarnya, seperti dikutip Reuters.
ADB menunjukkan, perbedaan yang signifikan antara kebijakan yang dimiliki AS dan China serta dampak negatif yang disebabkan perang dagang terhadap sentimen bisnis dan keyakinan konsumen telah terlihat dalam wujud gejolak pasar baru-baru ini.
Di sisi lain, risiko kenaikan suku bunga dari Bank Sentral AS (Federal Reserve) belakangan ini yang mulai mereda telah menunjukkan bahwa ekonomi AS tidak terlalu panas (overheating) dan ekspektasi inflasi di sana juga tidak meningkat.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi AS sejauh ini telah melewati perkiraan untuk 2018. Untuk itu, ADB pun merevisi naik perkiraan pertumbuhan ekonomi AS pada 2018 dan 2019 sebesar 0,1% menjadi masing-masing 2,9% dan 2,5%.
Adapun perkiraan pertumbuhan untuk ekonomi maju (AS, Zona Euro, dan Jepang) juga tidak berubah pada tahun ini dan direvisi naik sebesar 0,1% pada tahun depan dibandingkan perkiraan sebelumnya.
“Hasil yang memuaskan dari AS dan Zona Euro mengonfirmasi bahwa ekonomi industri utama akan tumbuh dengan perkiraan sebesar 2,3% untuk 2018 dan 2,1% pada 2019, kendati kontraksi tak terduga di Jepang pada kuartal III/2018 membuat perkiraan ekonomi Jepang pada 2018 harus direvisi turun,” tulis ADB.
ASIA TENGGARA