Bisnis.com, JAKARTA — Mismatch kualitas garam antara produksi petani lokal dan syarat industri domestik masih menjadi penyebab rendahnya serapan garam ke sektor industri.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan minimnya luas lahan yang dimiliki petani membuat impuritas dan kandungan air dalam produksi garam lokal tinggi. Kemenperin mencatat rata-rata luas lahan tambak garam di Madura dan Cirebon sekitar 1 ha—2 ha, sedangkan Asosiasi Industri Pengguna Garam (AIPGI) menyatakan luas tambak garam untuk kebutuhan industri adalah 1.000 ha.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan kecilnya lahan tambak lokal membuat tingkat impuritas garam lokal mencapai 95%. Adapun, industri Chlor Alkali Plant (CAP) yang mendominasi kebutuhan garam industri membutuhkan tingkat impurtas di level 99%.
“Industri pengolahan garam kan perlu [garam] lokal. Ini trade-off antara industri pengolahan garam dan petani garam di situ,” ujarnya, Selasa (6/8/2019).
Sigit menyampaikan kuota impor garam industri akan meningkat lantaran garam lokal belum dapat menggantikan kebutuhan industri. Sigit mengutarakan pihaknya akan terus mengedukasi petani lokal agar kualitas panen dapat mendekati persyaratan garam industri.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum AIPI Tony Tanduk menilai garam hasil petani lokal tidak buruk, tetapi belum dapat memenuhi kriteria yang diinginkan industri seperti kadar NaCl, magnesium, dan kalsium. Guna memenuhi persyaratan tersebut, Tony mengatakan perlu adanya tambahan 24.000 ha lahan tambak garam.
“Kualitas kurang karena proses produksi saja. Harusnya dilakukan melalui pengolahan garam melalui proses kristalisasi bertingkat. Kualitas garam yang paling bagus di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, karena produksi garam tergantung matahari,” ujarnya.