Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan tidak akan ada kenaikan tarif listrik hingga 2020 seiring terjadinya penurunan harga energi primer seperti batu bara dan gas bumi.
"Kalau kami lihat, harga gas turun banyak dalam 6 bulan terakhir, harga batu bara juga turun. Penurunan paling terlihat di harga batu bara. Untuk kalori 6.322 kkal/kg GAR harganya sekitar US$65 per ton. Jadi, mestinya harga listrik tidak perlu ada penyesuaian naik," tutur Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam keterangan resmi, Rabu (11/9/2019).
Jonan mengungkapkan pertimbangan tidak ada kenaikan harga tarif listrik salah satunya atas dasar nilai kurs mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang cukup stabil di kisaran Rp14.000 per dolar.
"Nanti kami lihat lagi, tapi kalau menurut saya kalau kurs di Rp14.000-an mestinya minimal tidak naik," tegasnya.
Harga batu bara acuan (HBA) pada periode September 2019 ditetapkan senilai US$65,79 per ton, turun US$6,88 atau 9,47 persen dari harga bulan lalu yang senilai US$72,67 per ton.
HBA September 2019 menjadi yang terendah sejak Oktober 2016 senilai US$69,07 per ton.
Nilai HBA nyaris selalu turun sejak September 2018. Kala itu, HBA berada pada level US$104,81 per ton atau turun 2,8 persen dari HBA Agustus 2018 senilai US$107,83 per ton, sekaligus mengawali tren penurunan panjang hingga Juli 2019.
Adapun melalui Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara untuk Penyedian Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum, pemerintah menetapkan batas atas untuk harga batu bara yang dipasok ke pembangkit listrik dalam negeri.
Beleid tersebut mengatur harga jual batu bara untuk PLTU dalam negeri senilai US$70 per ton untuk kalori acuan 6.322 kkal/kg GAR atau menggunakan HBA. Apabila HBA berada di bawah nilai tersebut, maka harga yang dipakai berdasarkan HBA.