Bisnis.com, JAKARTA — Draf revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 yang memuat kewajiban bagi perusahaan peternakan untuk memiliki fasilitas rumah potong hewan unggas (RPHU) menuai berbagai reaksi dari pelaku usaha.
Dalam draf yang disampaikan, perusahaan wajib menyediakan RPHU dengan kapasitas 100% dari total produksi ayam siap potong (livebird) kebutuhan internal. Kewajiban itu harus dipenuhi secara bertahap dalam waktu 5 tahun.
"Pada tahun pertama diwajibkan paling sedikit 30% dari produksi, dan akan terus kami minta tingkatkan sampai maksimal tahun kelima sudah bisa 100% dari produksi," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita dalam keterangan resmi, Minggu (6/10/2019).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas (GPPU) Achmad Dawami berpendapat perusahaan bakal sulit merealisasikan kewajiban tersebut dalam waktu 5 tahun. Dengan potensi produksi ayam ras siap potong mencapai 3 miliar ekor setiap tahunnya, Dawami menilai mewujudkan rencana tersebut dalam 10 tahun sudah merupakan prestasi.
"Itu juga saya usulkan untuk realisasi 5 tahun tidak cukup, 10 tahun kalau bisa saja hebat. Kalau hitungan produksi 3,5 miliar ekor per tahun dan disiapkan RPHU untuk itu semua, tentu sulit. Dari mana? Ini tidak memberi kesempatan bagi pemotong ayam kecil di pasar-pasar," kata Dawami, Senin (7/10/2019).
Kewajiban kepemilikan RPHU sejatinya telah diatur dalam Pasal 12 Permentan 32/2017. Dalam beleid tersebut, perusahaan integrator maupun mandiri dengan kapasitas produksi minimal 300.000 ekor per pekan wajib memiliki RPHU yang dilengkapi rantai dingin.
Ketut sendiri mengemukakan kewajiban kepemilikan RPHU berkapasitas 100% produksi internal ini diikuti pula dengan penyediaan fasilitas rantai dingin untuk mengakomodasi kapasitas produksi dan kebutuhan. Selain itu, perusahaan terintegrasi pun diminta menyimpan 15% dari total karkas yang dipotong di RPHU sebagai stok penyangga (buffer stock).
Nada pesimistis pun disampaikan Pardjuni dari Pinsar Jawa Tengah. Ia menyambut baik kewajiban RPHU tersebut. Namun, berkaca pada aturan kepemilikan RPHU saat ini yang belum berjalan maksimal, ia sangsi revisi yang baru bisa menjamin penyediaan rantai dingin.
"Saya tidak optimistis dengan rencana revisi ini jika melihat implementasi aturan yang sudah ada. Tapi, setidaknya ada langkah yang harus kita tempuh meski harus dengan pengawasan yang ketat. Selama pemerintah tegas, seharusnya bisa karena aturan sudah ada," kata Pardjuni.