Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) mengungkapkan telah melakukan diskusi internal terkait kondisi industri konstruksi yang terdampak Covid-19 khususnya kontraktor kecil.
Wakil Sekjen II Gapensi Errika Ferdinata mengatakan ada dua hal yang menjadi fokus utama, yaitu terkait dengan kontraktor yang sudah mendapatkan proyek, dan kontraktor yang belum mendapatkan kontrak proyek.
"Untuk yang sudah dapat kontrak, bagaimana treatment-nya, usulan kami proyek itu harus dihentikan karena keadaan kahar atau force majeure karena tidak memungkinkan. Jadi harus dihitung ulang fairness-nya, proyek itu ada masanya kalau telat kena denda," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (8/4/2020).
Dia menambahkan kondisi saat ini juga sulit untuk bekerja dan suplai bahan baku material juga sudah susah serta operasional juga terhambat.
Selain itu, perlu diperhatikan juga bagi kontraktor yang belum mendapatkan kontrak atau pekerjaan. Pasalnya, realokasi anggaran juga dilakukan untuk penanganan Covid-19 sehingga dinilai berdampak pada proyek.
"Kontraktor hidupnya dari proyek, kalau itu kurang signifikan pasti akan sangat terdampak dan dampaknya signifikan. Isu pengangguran sudah kencang di sektor konstruksi. Pertama kami tidak bisa kerja, kedua proyeknya tidak ada, yang bisa kerja paling kontraktor besar yang dapat kontrak, yang kecil-kecil tidak bisa," jelasnya.
Baca Juga
Di kondisi yang serba sulit ini, Errika mengatakan yang perlu dilihat adalah jumlah kontraktor itu banyak di level kecil. Oleh karena itu pemerintah harus lebih peduli pada kontraktor kecil yang rentan terkena dampak ekonomi dari Covid-19. "Diperbanyak paket-paket untuk kontraktor kecil, itu yang bisa dilakukan sama pemerintah."
Apalagi, arus kas kontraktor kecil dan menengah kondisinya sudah berat dengan pandemi Covid-19 ini. "Kalau kontraktor juga sama, pendapatan dari proyek kalau stop akan berat di cash flow, apalagi punya fixed cash untuk pegawai yang harus dihidapi, belum lagi pinjaman, bunga," ujarnya.
Selain itu, perlu ada relaksasi jika ada pinjaman ke bank. Hal ini karena kemampuan finansial atau arus kas dari kontraktor kecil dan menengah relatif terbatas. "Kontraktor yang punya nafas panjang itu cash flow-nya kuat, kalau kecil kan nafasnya pendek."
Adapun terkait program padat karya tunai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat senilai Rp10 triliun, Gapensi mengaku belum mendapat informasi detail.
"Info seperti ini real-nya seperti apa, eksekusinya seperti apa, isunya masih susahnya dapat pekerjaan saat ini, itu Rp10 triliun bisa menggerakan berapa kontraktor," katanya.
Di sisi lain terkait jaminan Kementerian PUPR untuk upah pekerja jika proyeknya dihentikan sementara, Errika mengatakan perlu diperjelas lagi. Hal ini karena ada beragam jenis upah untuk pekerja konstruksi, seperti pekerja tetap atau tukang.
"Itu harus clear," ujarnya.
Errika mengatakan sektor konstruksi tahun ini sangat menantang dan banyak pelaku yang tidak mampu bertahan.
"Saya tidak bisa prediksi berapa persen pertumbuhannya karena berat banget, kontraktor banyak yang terpukul, banyak yang tidak kuat, itu yang terjadi," katanya.