Bisnis.com, JAKARTA - Pemangkasan produksi China karena krisis listrik di negara itu mendatangkan peluang bagi industri hilir plastik di dalam negeri.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan bahwa ada pasar-pasar yang dapat diisi pelaku usaha dalam negeri, yang sebelumnya disuplai oleh China dan Vietnam.
Vietnam diketahui baru saja melonggarkan lockdown pada awal bulan ini setelah pemberlakuan selama 3 bulan, yang turut menghentikan produksi manufakturnya.
“Biasanya [plastik jadi] dari China masuk, dari Vietnam juga masuk, sehingga ini momentum untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sepanjang kebutuhan bahan bakunya mencukupi dan sepanjang mereka [pelaku industri hilir] memanfaatkan momentum ini,” katanya kepada Bisnis, Senin (4/10/2021).
Seperti diketahui, Indonesia juga mengimpor bahan baku plastik dari Vietnam meski jumlahnya tidak signifikan. Kekurangan suplai bahan baku dari Vietnam selama ini mampu ditutupi oleh pasokan dari negara-negara lain, seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan kawasan Timur Tengah.
Fajar menyebut, limpahan pesanan dari China dan Vietnam turut mengerek angka purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia ke level ekspansi 52,2 pada September 2021 dari bulan sebelumnya 43,7.
Tantangan yang harus dihadapi saat ini, kata dia, adalah kelangkaan kontainer yang menjadikan harga bahan baku naik signifikan. Polivinil klorida (PVC) mengalami kenaikan paling tinggi, kini berkisar US$1.200–US$1.500 per ton dari harga tahun lalu sekitar US$1.100 per ton.
Fajar mencatat, kenaikannya sudah di atas US$40 per ton setiap minggunya. Bahkan harga PVC kini melampaui Polipropilena (PP) dan Polietilena (PE).
Namun, kondisi permintaan yang tinggi menyebabkan kenaikan harga bahan baku tidak memberi tekanan pada biaya produksi.
Dia pun berharap pemerintah menimbang ulang rencana pemberlakuan cukai plastik dan pajak karbon yang dapat menekan iklim usaha, utamanya di sektor plastik.