Bisnis.com, JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia kembali melanjutkan tren surplus pada April 2022 senilai US$7,56 miliar. Angka itu melampaui capaian Oktober 2021 sebesar US$5,74 miliar, menjadikannya rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pencapaian tersebut membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih tangguh lantaran neraca perdagangan merupakan salah satu indikator utama dalam meningkatkan cadangan devisa dan menjaga ketahanan sektor eksternal Indonesia.
"Kita bersyukur bahwa salah satu engine utama pertumbuhan ekonomi ini terus mengalami performa gemilang dan bahkan kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa,” kata Airlangga melalui siaran pers, dikutip Rabu (18/5/2022).
Kinerja positif juga ditunjukkan pada indikator ekspor yang mengalami surplus dengan nilai sebesar US$27,32 miliar. Bahkan, angka tersebut mampu melampaui rekor tertinggi sebelumnya, yaitu pada Maret 2022 yang tercatat mencapai US$26,50 miliar.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) kinerja surplus pada nilai ekspor April 2022 salah satunya didorong oleh tingginya harga komoditas unggulan saat ini, seperti harga CPO sebesar US$1.682,7/MT atau tumbuh 56,09 persen (year-on-year/yoy), Batu bara sebesar US$302,0/MT atau tumbuh 238,83 persen (yoy), dan nikel sebesar US$33.132,7/MT atau tumbuh 100,55 persen (yoy).
Tingginya dominasi sektor industri pada kegiatan ekspor yang mencapai 69,86 persen juga menjadi stimulus dalam peningkatan nilai surplus ekspor. Hal ini lantaran kinerja ekspor akan mengarah pada basis komoditas-komoditas dengan nilai tambah yang terus bertumbuh.
Baca Juga
Selain itu, Airlangga menjelaskan program hilirisasi yang dilakukan pemerintah guna mendorong nilai tambah komoditas di tengah harga yang kian meningkat juga memiliki andil dalam tumbuhnya kinerja ekspor saat ini.
Ini dapat terlihat dari aktivitas manufaktur yang terus berada di level ekspansif dengan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) April 2022 di level 51,9 naik dari posisi bulan sebelumnya di level 51,3.
Adanya kenaikan tersebut membawa nilai PMI Indonesia berada di atas level PMI negara Asean lainnya seperti Vietnam (51,7), Malaysia (51,6), dan Myanmar (50,4).
Melihat keberhasilan program hilirisasi tersebut, Airlangga menyampaikan pemerintah kedepannya akan semakin gencar memaksimalkan berbagai potensi kebijakan lainnya seperti kerja sama bilateral dan multilateral dalam meningkatkan perdagangan, utamanya dalam peningkatan nilai ekspor Indonesia.
Peningkatan nilai ekspor, kata Airlangga, akan dilakukan melalui berbagai upaya, salah satunya dengan melakukan program promosi ekspor dengan peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral.
"Forum G20 juga akan dioptimalkan untuk menggali berbagai potensi kerja sama perdagangan dengan berbagai negara,” ujarnya.
Di lain sisi, nilai impor dilaporkan mengalami penurunan dari periode sebelumnya, sebesar -10,01 persen (month-to-month/mtm) pada April 2022 menjadi sebesar US$19,76 miliar.
Kendati demikian, Airlangga menyampaikan, penurunan tersebut tak lantas menghambat kegiatan produksi. Ini lantaran komposisi utama impor didominasi oleh golongan bahan baku/penolong dengan porsi sebesar 78,62 persen sehingga produksi barang baru yang bernilai tambah tinggi dapat terus dilakukan produsen yang akan mendorong peningkatan output nasional.