Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Kemasan Polos, Industri Rokok Elektronik Bicara Risikonya

Aturan kemasan polos tanpa merek bisa melemahkan kinerja industri rokok elektronik hingga meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Ilustrasi rokok elektrik. Dok Freepik
Ilustrasi rokok elektrik. Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri rokok elektronik menilai aturan kemasan polos tanpa merek bisa melemahkan kinerja hingga meningkatkan peredaran rokok ilegal.

Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto, menyatakan semua lini di industri rokok elektronik akan sangat terdampak Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik yang secara tegas mengatur ketentuan kemasan polos tanpa merek.

Menurutnya, beleid tersebut akan makin memperlemah kinerja industri rokok elektronik dan mengancam hilangnya pendapatan negara hingga serapan tenaga kerja di industri yang mayoritas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini.

"Sebab, kebijakan itu berisiko mendorong tumbuhnya peredaran rokok elektronik ilegal, yang tidak berpita cukai, di pasaran. Kelangsungan industri rokok elektronik kian tertekan dan pemerintah bakal kehilangan penerimaan cukai," kata Budiyanto dalam keterangannya, Selasa (1/10/2024).

Dia menambahkan industri rokok elektronik juga menyerap tenaga kerja langsung dan berkontribusi pada pendapatan industri terkait, seperti industri kreatif yang juga akan terdampak dari aturan ini.

Budiyanto mengatakan ada banyak faktor yang turut serta dalam industri rokok elektronik seperti industri kreatif, content creator, bahan baku, dan lainnya. Pengaturan kemasan yang terlalu ketat akan membatasi inovasi dalam industri kreatif.

Dia menegaskan pemerintah seharusnya melihat kebijakan tersebut secara komprehensif, bukan hanya melihat dari sisi preventif.

Industri rokok elektronik, lanjutnya, cukup memberikan kontribusi dalam membuka lapangan pekerjaan baru dan pemasukan bagi pemerintah.

“Kami berharap pemerintah dapat bekerja sama untuk meninjau kembali regulasi ini, demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan," ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, praktisi hukum administrasi negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Hari Prasetiyo, menjelaskan kehadiran RPMK seharusnya memperkuat aturan yang ada di dalam UU Kesehatan No. 17/2023 dan PP 28/2024, bukan membuat pengaturan yang bertentangan dengan keduanya.

"Wacana kemasan polos tanpa merek berisiko menimbulkan permasalahan baru seperti persaingan usaha, isu perlindungan konsumen, isu Hak Kekayaan Intelektual, dan pengendalian tembakau tanpa ratifikasi," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper