Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lampu Kuning Deflasi Jelang Pelantikan Presiden, Jadi PR Ekonomi Prabowo

Sinyal tekanan ekonomi seperti deflasi beruntun, fenomena makan tabungan, hingga jumlah kelas menengah turun membayangi masa awal pemerintahan Prabowo.
Annasa Rizki Kamalina, Surya Dua Artha Simanjuntak
Rabu, 2 Oktober 2024 | 08:30
Sejumlah penumpang berada di dalam gerbong Kereta Rel Listrik di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (2/1/2022). / Bisnis-Suselo Jati
Sejumlah penumpang berada di dalam gerbong Kereta Rel Listrik di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (2/1/2022). / Bisnis-Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Kurang dari tiga pekan jelang pelantikan presiden-wakil presiden baru, sinyal-sinyal tekanan perekonomian berdatangan. Terkini, Indonesia resmi mengalami deflasi lima bulan beruntun, yang menjadi catatan terburuk sejak 1999.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indeks harga konsumen atau IHK September 2024 berada di level 105,93. Posisinya turun dari Agustus 2024 di 106,06.

Tingkat inflasi Indonesia pada September 2024 tercatat 1,84% secara tahunan (year on year/YoY). Laju inflasi tahunan memang melandai dari Agustus 2024 di 2,12% maupun dari titik tertinggi tahun ini yakni Maret 2024 di 3,05%.

Meskipun demikian, kondisinya berbeda apabila dilihat dari pergerakan bulanan, Indonesia rupanya telah mengalami deflasi lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024.

Pada September 2024, Indonesia mencatatkan deflasi 0,12% (month to month/MtM). Posisinya pun lebih besar dari Agustus 2024 yang mencatatkan deflasi 0,03% (MtM)—meskipun tidak sedalam Juli 2024 yang deflasi 0,18%.

"Deflasi pada bulan September 2024 ini terlihat lebih dalam dibandingkan Agustus 2024 dan ini merupakan deflasi kelima pada tahun 2024 secara bulanan," ujar Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Selasa (1/10/2024).

Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau, dengan deflasi sebesar 0,59% dan memberikan andil deflasi 0,17%.

Sementara itu, komoditas dengan andil inflasi antara lain komponen ikan segar dan kopi bubuk, dengan andil masing-masing 0,02%. Komponen penyumbang inflasi lainnya adalah biaya kuliah akademi perguruan tinggi, juga sigaret kretek mesin alias rokok kretek.

Amalia menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi deflasi belakangan karena adanya penurunan harga yang dipengaruhi oleh supply side alias sisi penawaran.

Menurutnya, pengaruh terbesar yang sebabkan deflasi yaitu penurunan harga bergejolak seperti produk tanaman pangan dan hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit, tomat, daun bawang kentang, hingga wortel.

"Juga produk peternakan telur ayam ras dan daging ayam ras yang beberapa bulan sebelumnya mengalami peningkatan sekarang kembali menurun karena Kembali stabil. Nah ini tentunya mengapa harga bisa turun karena biaya produksi turun," ujar Amalia.

Tidak hanya itu, saat ini merupakan masa panen cabai rawit dan merah sehingga pasokan relatif berlimpah. Akibatnya, harganya juga menurun.

Terkait kemungkinan penurunan daya beli masyarakat, Amalia menyatakan masih studi lebih mendalam. Amalia menjelaskan, BPS hanya mencatat angka inflasi/deflasi melalui IHK.

"Penurunan daya beli itu tidak bisa hanya disimpulkan hanya dengan angka inflasi. Jadi kita perlu didalami lagi," katanya.

Anomali Ekonomi jelang Prabowo Menjabat

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan, deflasi selama berbulan-bulan hanya terjadi ketika kondisi ekonomi yang sedang tidak baik.

Menurutnya, deflasi berbulan-bulan merupakan anomali dengan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di atas 5%.

"Deflasi lima bulan berurut-urut itu mengkhawatirkan menurut saya, karena kalau dalam kondisi normal ini tidak terjadi untuk negara dengan tingkat pertumbuhan seperti di Indonesia yang 5%," ujar Faisal kepada Bisnis, Selasa (1/10/2024).

Dia menjelaskan, notabenenya deflasi terjadi karena lemahnya tingkat permintaan. Dalam konteks Indonesia belakangan, dia meyakini pendapatan masyarakat semakin melemah.

Menurutnya, pendapatan masyarakat saat ini lebih rendah dibandingkan pra pandemi. Selain itu, banyak orang yang belum bisa kembali bekerja usai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) saat masa pandemi.

"Ini mempengaruhi dari tingkat spending mereka, sehingga spending itu relatif melemah terutama untuk kalangan yang menengah dan bawah," jelas Faisal.

Dia pun mengingatkan, kelas menengah merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi terutama karena menjadi kelompok penduduk yang mengontribusikan konsumsi terbesar. Sementara itu, konsumsi rumah tangga menjadi kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Oleh sebab itu, jika konsumsi kelas menengah melemah maka perekonomian juga tidak akan bergerak seperti pelemahan industri manufaktur dan sektor jasa-jasa. Dia mendorong agar pemerintah bergerak cepat untuk atasi pelemahanan daya beli tersebut.

"Ini yang perlu menjadi catatan. Artinya perlu menyikapi secara tepat kondisi ini, insentif bukan hanya dalam hal pelonggaran moneter tapi juga kebijakan insentif di fiskal dan di sektor riil," kata Faisal.

Namun demikian, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan tidak ada pelemahan daya beli masyarakat meskipun terjadi deflasi selama lima bulan berturut-turut.

Airlangga beralasan bahwa daya beli masyarakat tetap kuat terlihat dari inflasi komponen inti atau core inflation yang terjaga. Menurutnya, komponen yang mengalami deflasi dalam lima bulan terakhir adalah harga diatur pemerintah dan harga bergejolak, bukan inflasi inti.

"Inflasi itu ada komponennya. Inflasi inti naik terus. Kalau inflasi inti naik, berarti daya beli naik keangkat," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (1/10/2024).

Warga Makan Tabungan, Indikasi Ekonomi Lesu

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah rekening masyarakat Indonesia dengan saldo di bawah Rp100 juta mencapai 580,01 juta rekening. Jumlahnya setara 98,8% dari total 586,95 juta rekening yang tercatat hingga Juli 2024.

Jumlah rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta itu bertambah 4,9% secara tahun berjalan (year to date/YtD) atau 11,8% secara tahunan (YoY). Pertumbuhannya menjadi yang tertinggi dibandingkan kelompok-kelompok simpanan lain.

Total simpanan di kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta tercatat sebanyak Rp1.057,79 triliun. Nilai simpanan itu hanya naik 0,4% (YtD) atau 4,9% (YoY).

Di sisi lain, jumlah rekening masyarakat dengan saldo di atas Rp5 miliar tercatat sebanyak 142.324 rekening per Juli 2024, tumbuh 3,6% (YtD) atau 8,6% (YoY). Dari sisi jumlah simpanan, pertumbuhannya lebih moncer lagi, total saldo kelompok itu mencapai Rp4.671,31 triliun, tumbuh 3% (YtD) atau 10,4% (YoY).

Artinya, jumlah saldo di kelompok rekening lapis terbawah tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan penambahan jumlah rekeningnya. Sementara itu, jumlah rekening maupun jumlah saldo orang-orang super kaya tercatat sama-sama tumbuh pesat. Kenapa?

PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA menemukan adanya fenomena 'makan tabungan' oleh nasabah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Tren itu selaras dengan data LPS yang menunjukkan adanya penurunan rerata saldo tabungan masyarakat Indonesia belakangan.

Direktur BCA Santoso mengatakan bahwa nasabah menengah ke bawah menjadi segmen yang paling terdampak fenomena ini.

"Kita lihat tantangannya di menengah bawah, itu karena jumlah average balance mereka relatif enggak banyak tumbuh. Bahkan di segmen-segmen tertentu adalah average-nya cenderung lebih rendah 6 bulan terakhir," ujar Santoso.

Santoso bahkan menyebut bahwa banyak nasabahnya yang berada dalam survival mode atau sedang bertahan hidup. Hal itu menurutnya akibat dari kondisi ekonomi yang lemah, sehingga terjadi penurunan lapangan kerja yang berimplikasi pada penurunan daya beli.

"Mungkin juga ada yang terkena PHK [pemutusan hubungan kerja]. Atau mungkin bisnisnya lagi sepi. Jadi, memang itu adalah realita," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper