Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi harga konsumen China pada Juli 2025 tercatat tidak berubah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di tengah upaya pemerintah Negeri Panda untuk membatasi persaingan harga berlebihan yang dinilai memperlemah daya beli dan menekan laba industri.
Dilansir dari Bloomberg, Sabtu (9/8/2025), Biro Statistik Nasional China melaporkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) bulan lalu berada di level 0% secara tahunan (year on year/YoY). Realisasi itu lebih baik dibandingkan perkiraan konsensus ekonom Bloomberg yang memproyeksikan penurunan 0,1%.
Sebagai perbandingan, pada Juni 2025, inflasi konsumen China berbalik positif setelah empat bulan berturut-turut mengalami kontraksi.
Di sisi lain, tekanan deflasi di sektor manufaktur belum mereda. Indeks harga produsen (producer price index/PPI) pada Juli kembali turun 3,6% (yoy), sama dengan penurunan Juni yang menandai deflasi harga pabrik selama 34 bulan berturut-turut.
Pemerintah China tengah menghadapi tantangan ganda—melemahnya permintaan domestik dan perang harga yang semakin intens di dalam negeri. Persaingan ketat, yang dipicu kelebihan kapasitas di sejumlah sektor industri, telah mendorong perusahaan untuk menurunkan harga demi mempertahankan pangsa pasar.
Praktik ini dinilai menggerus keuntungan, menekan upah, dan memperlemah konsumsi rumah tangga. Kampanye pemerintah untuk membatasi persaingan harga berlebihan menjadi salah satu prioritas utama yang diputuskan dalam pertemuan Politburo Partai Komunis pada akhir Juli.
Baca Juga
Presiden Xi Jinping bahkan menyerukan untuk “memutus involusi,” istilah yang merujuk pada kondisi kompetisi intens akibat kapasitas berlebih yang memaksa pelaku usaha bekerja lebih keras meski hasilnya semakin kecil.
Xi juga mempertanyakan perlunya pemerintah daerah berlomba masuk ke industri yang sama, seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan kendaraan energi baru.
Meski demikian, upaya pemerintah membatasi perang harga dinilai belum banyak mempengaruhi persepsi masyarakat. Indeks ekspektasi harga, berdasarkan survei bank sentral terhadap rumah tangga, terus menurun sejak akhir tahun lalu.
Ukuran yang lebih luas dari tingkat harga di seluruh perekonomian, yaitu deflator produk domestik bruto (PDB), telah menyusut selama sembilan kuartal berturut-turut—periode terpanjang dalam beberapa dekade terakhir.
Resiliensi permintaan luar negeri terhadap produk-produk China membantu perekonomian bertahan dari tekanan tarif impor Amerika Serikat (AS). Hanya saja, lemahnya daya beli domestik membuat perusahaan sulit mengalihkan kenaikan biaya produksi ke konsumen, sehingga laba industri terus tergerus.
Persaingan ekspor yang ketat akibat kapasitas berlebih juga mendorong pelaku usaha menurunkan harga jual ke pasar luar negeri. Langkah ini memicu kritik tajam dari sejumlah mitra dagang dan meningkatkan potensi friksi perdagangan.
Ekonom Bloomberg Eric Zhu menilai bahwa meski kampanye pembatasan kompetisi sudah berjalan, perekonomian China masih membutuhkan waktu panjang untuk keluar dari tekanan deflasi.
“Para pembuat kebijakan menyadari bahwa mengatasi persaingan yang tidak teratur merupakan kunci untuk menangani akar permasalahan deflasi — dan langkah-langkah lanjutan kemungkinan akan menyusul,” tulis Eric Zhu dalam laporannya.