Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu mendorong geliat industri manufaktur untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,2% pada 2025.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet ada indikasi terjadi tren deindustrialisasi dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu, perlu disikapi mengingat manufaktur merupakan penyerap tenaga kerja terbesar.
Jika industri manufaktur terus melemah, lanjutnya, maka masyarakat kesulitan akan kesulitan mencari pekerjaan. Akibatnya, makin banyak masyarakat yang bekerja di sektor informal.
"Sektor informal tentu sulit diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam jangka menengah hingga panjang," ujar Yusuf kepada Bisnis, dikutip Minggu (9/2/2025).
Dia pun tidak heran apabila daya beli masyarakat menurun. Bagaimanapun, sambungnya, upah pekerja informal tidak sebanding dengan pekerja formal.
Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi pun akan semakin melambat karena konsumsi rumah tangga masih menjadi pembentuk utama produk domestik bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga sendiri dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.
Baca Juga
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi rumah tangga mendistribusikan hingga 54,04% pertumbuhan ekonomi pada 2024.
"Konsumsi rumah tangga juga perlu menjadi perhatian pemerintah terutama dalam mendesain kebijakan di tahun ini," jelas Yusuf.
Senada, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti tidak adanya perbaikan signifikan atas industri manufaktur sepanjang tahun lalu.
BPS mencatat bahwa industri manufaktur (non migas) tumbuh 4,75% pada 2024. Meski tumbuh sedikit lebih tinggi daripada realisasi tahun sebelumnya yaitu 4,69%, angka tersebut tetap lebih rendah dari target Kementerian Perindustrian yang mana ingin industri tumbuh 5,80% sepanjang 2024.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho pun memperkirakan ekonomi Indonesia akan semakin sulit tumbuh di atas 5% apabila tidak ada perbaikan industri yang signifikan.
Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah setidak lima kebijakan stimulus industri dan hilirisasi. Pertama, memastikan harga energi kompetitif dengan memberikan keringanan bagi industri untuk membayar listrik dan penyaluran Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sesuai dengan volume yang ditetapkan.
Kedua, menurunkan biaya logistik melalui penurunan tarif tol khusus bagi kendaraan logistik. Ketiga, mengevaluasi kebijakan lartas dan perlindungan pasar domestik.
Keempat, menurunkan pungutan dan iuran yang dibebankan kepada perusahaan serta mendorong pemberantasan pungutan liar yang marak terjadi.
Kelima, mendorong penyaluran kredit bagi industri manufaktur dan mendirikan lembaga penjaminan investasi khusus bagi proyek-proyek hilirisasi.
“Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus," ujar Andry dalam keterangannya, dikutip Minggu (9/2/2025).