Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sederet Jurus Pemerintah Atasi Pelemahan Kinerja Manufaktur

Pemerintah menyiapkan stimulus untuk mengatasi pelemahan sektor manufaktur dengan kebijakan pembiayaan industri padat karya, optimalisasi KEK, dan deregulasi.
Proses perakitan mobil di Daihatsu di Pabrik Karawang/Dok. Astra Daihatsu Motor.
Proses perakitan mobil di Daihatsu di Pabrik Karawang/Dok. Astra Daihatsu Motor.

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menyiapkan stimulus untuk memperkuat kinerja sektor manufaktur yang terus mengalami pelemahan. Sejumlah kebijakan sedang disiapkan dan kemungkinan akan diluncurkan pada semester II 2025.

Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menuturkan bahwa kebijakan yang disiapkan pemerintah meliputi fasilitas pembiayaan bagi industri padat karya, optimalisasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),serta percepatan deregulasi untuk memperbaiki iklim usaha. 

“Respons kebijakan terkait perdagangan global disiapkan, mengantisipasi munculnya berbagai risiko tekanan. Implementasi kebijakan yang tepat sasaran diyakini mampu menjaga stabilitas produksi, memperkuat daya saing ekspor, serta mendukung kesinambungan pemulihan dan ketahanan ekonomi nasional,” ujar Febrio dikutip dari siaean resminya, Senin (4/8/2025).

Dalam catatan Bisnis, produktivitas manufaktur kembali menunjukkan kontraksi. Hal ini tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 49,2 pada Juli 2025 atau di bawah ambang batas 50. 

Kinerja bulan Juli memang mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di level 46,9 dan 47,4 pada Mei 2025. Dalam laporan terbaru S&P Global, tren kontraksi ini berlanjut sejak April 2025 lalu yang anjlok ke angka 46,7. 

Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti mengatakan kontraksi manufaktur yang terjadi dalam 4 bulan terakhir menunjukkan penurunan output produksi dan anjloknya permintaan baru. 

“Pada saat yang sama, permintaan ekspor baru kembali menurun, sedangkan perusahaan sedang dalam mode retrenchment yang ditandai dengan penurunan karyawan dan pembelian,” kata Usamah dalam laporan tersebut, Jumat (1/8/2025). 

Tak hanya tekanan permintaan dan produksi, produsen juga menyebutkan tekanan harga makin intensif sejak awal semester 2025. Inflasi biaya tembus ke rekor paling tinggi dalam empat bulan di tengah peningkatan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar. 

Alhasil, kenaikan biaya sebagian dibebankan kepada klien meski inflasi biaya pada tingkat sedang. Kondisi ini juga menunjukkan kepercayaan diri pengusaha menghadapi tahun mendatang berkurang tajam pada bulan Juli, dengan tingkat optimisme berada di tingkat terendah dalam survei.

“Perusahaan menyatakan kekhawatiran tentang tarif AS dan penurunan daya beli yang mungkin membatasi volume pada tahun mendatang. Kondisi operasional di sektor manufaktur Indonesia terus menurun pada awal semester kedua 2025,” tuturnya. 

Subsidi Bunga Kredit

Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan mekanisme pemberian subsidi bunga atau subsidi margin kredit industri padat karya (KIPK) melalui implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.55/2025.

Dalam beleid baru tersebut, Sri Mulyani memberikan subsidi bunga dan margin untuk kredit industri padat karya sebesar 5% efektif per tahun. Menariknya besaran bunga itu bisa saja berubah dengan mempertimbangkan kebijakan dari Komite Kebijakan.

Komite Kebijakan adalah komite yang dibentuk oleh Presiden dengan Keputusan Presiden yang diberi kewenangan dalam memberikan arahan terhadap kebijakan program KIPK.

Sri Mulyani dalam pertimbangan beleid tersebut menyatakan bahwa aturan baru itu dikeluarkan untuk meningkatkan kapasitas daya saing usaha hingga memperluas penyerapan tenaga kerja.

Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu untuk memberikan dukungan dengan memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha industri padat karya.

"Bahwa guna mendukung memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha industri padat karya diperlukan pengaturan mengenai tata cara pelaksanaan kegiatan subsidi bunga/subsidi margin kredit industri padat karya kepadaindividu/perseorangan atau badan usaha yang bergerak di industri padat karya tertentu."

Adapun Pasal 4 PMK tersebut secara spesifik menyebutkan bahwa penerima subsidi bunga atau margin KIPK adalah individu atau badan usaha yang masuk dalam kategori industri padat karya tertentu. Kategori maupun kriteria penerima subsidi nantinya akan diatur oleh Kementerian Perindustrian.

Sslain itu, Sri Mulyani lewat beleid tersebut menekankan bahwa pihak yang akan menjadi kuasa pengguna anggaran alias KPA KIPK adalah Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian. 

Tugas utama dari KPA KIPK adalah menerbitkan keputusan untuk menetapkan pejabat yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran subsidi KIPK. 

Selain itu, yang bersangkutan juga memiliki tugas untuk menetapkan pejabat melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.

Sementara itu pihak yang menyalurkan KIPK  adalah lembaga keuangan maupun koperasi yang telah memenuhi syarat. Nantinya sebelum proses penyaluran dilakukan, mereka akan menyusun rencana target penyaluran dan menyampaikannya kepadq KPA KIPK. Waktunya adalah 2 tahun sebelum tahun penyaluran.

Pulih Tahun Depan 

Ekonom memproyeksi pemulihan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia baru akan terjadi pada kuartal I atau kuartal II 2026. Hal ini menyusul kondisi industri yang masih dalam fase kontraksi 4 bulan terakhir.  

Peneliti Indef Ariyo DP Irhamna mengatakan pemulihan PMI manufaktur kemungkinan mulai berangsur pada kuartal I–II 2026 dan bergantung pada dua hal. 

“Pertama, respons pemerintah terkait hasil akhir tarif resiprokal US dengan semua negara, karena banyak juga yg mendapatkan tarif di bawah 19%, maka untuk memberikan optimisme, pemerintah perlu renegosiasi, dan perbaikan permintaan global,” kata Ariyo kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025). 

Kedua, pemerintah harus melakukan penyederhanaan regulasi ekspor dan impor serta dukungan pembiayaan produksi yang diperkuat, sebab efek positif dari tarif 19% ke AS bisa mulai dirasakan lebih cepat. 

“Namun, tanpa langkah percepatan ini, industri bisa terjebak dalam fase stagnasi lebih lama karena kehilangan momentum pasca negosiasi dagang,” ujarnya. 

Dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 49,2 pada Juli 2025 atau di bawah ambang batas 50. 

Kinerja bulan Juli memang mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di level 46,9 dan 47,4 pada Mei 2025. Dalam laporan tersebut menunjukkan tren kontraksi ini berlanjut sejak April 2025 lalu yang anjlok ke angka 46,7. 

Ariyo melihat penyebab sisi global yakni ketidakpastian ekonomi AS dan Eropa menekan permintaan ekspor. Sementara dari domestik, pelaku industri cenderung menahan ekspansi sambil menunggu kepastian hasil negosiasi tarif perdagangan dengan AS. 

Apalagi, ekspektasi pasar masih terbelah, sebagian optimistis tarif 19% akan menjadi pintu masuk ekspor, sebagian lain khawatir dampak kompetisi dari produk impor AS yang mendapat tarif 0% dan pembebasan TKDN. 

“Akibatnya, investasi produksi baru ditunda dan industri berjalan pada kapasitas minimum yang aman,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro